Kamis 25 Jul 2019 23:31 WIB

Jimly: Oposisi Wajar dalam Demokrasi, Jangan Terlalu Kuat

Demokrasi tidak akan bekerja jika tidak ada mekanisme checks and balances.

Ketua ICMI, Profesor Jimly Asshiddiqie meresmikan Pusat Kajian Sosial Politik Ekonomi dan Hukum Yayasan Asrama dan Pendidikan Islam, Ahad (19/5).
Foto: Republika/Riza Wahyu Pratama
Ketua ICMI, Profesor Jimly Asshiddiqie meresmikan Pusat Kajian Sosial Politik Ekonomi dan Hukum Yayasan Asrama dan Pendidikan Islam, Ahad (19/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) menyebut oposisi merupakan hal yang wajar dalam demokrasi sebagai pengimbang sistem kekuasaan. Namun, kekuasaan oposisi hendaknya tidak terlalu kuat.

"Oposisi sifat alamiah demokrasi, demokrasi tidak akan bekerja jika tidak ada checks and balances itu hukum kehidupan," ujar Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie usai menjadi pembicara pada diskusi buku di Jakarta, Kamis (25/7).

Istilah apa pun yang digunakan, lanjut dia, kelompok pengimbang maupun oposisi merupakan istilah yang harus ada namun besaran kewenangannya harus dijaga.

"Harus ada (oposisi) tapi jangan terlalu kuat tapi jangan terlalu lemah," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Menurutnya, kekuatan oposisi yang terlalu kuat justru akan mendikte proses pengambilan politik yang seharusnya berada di tangan presiden. Sedangkan, jika terlalu lemah, pemerintah tidak akan ada yang mengontrol sehingga berakibat pada runtuhnya sistem demokrasi yang dimiliki Indonesia.

Selain itu, Jimly turut mengapresiasi pertemuan Prabowo-Jokowi dan Prabowo-Megawati. Menurutnya, pertemuan tersebut sebagai lambang bahwa sudah saatnya rakyat Indonesia kembali bersatu pasca polarisasi Pemilu 2019.

"Saya senang sekali itu memberi sinyal pada rakyat sudah move on," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement