Kamis 25 Jul 2019 17:56 WIB

Gapmmi: Industri Masih Butuh Garam Impor

Kapasitas garam lokal dinilai belum dapat menyesuaikan kebutuhan industri.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Petambak memanen garam di desa Tanjakan, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (10/7/2019).
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Petambak memanen garam di desa Tanjakan, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (10/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyatakan sektor industri masih membutuhkan pasokan garam impor. Hal itu disebabkan oleh belum sesuainya suplai garam lokal belum dengan kebutuhan garam industri.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengusulkan kepada Presiden Jokowi untuk menyetop impor garam. Rencana penyetopan tersebut menyusul kerap anjloknya harga garam petani, terakhir anjlok hingga Rp 400 per kilogram (kg). Wakil Ketua Umum Gapmmi Rachmat Hidayat mengatakan, industri saat ini masih membutuhkan garam impor.

Baca Juga

"Mungkin ya, maksudnya pemerintah itu ingin mengurangi secara berangsur. Bukan menyetop keseluruhan, saya rasa nggak mungkin,” kata Rachmat saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (25/7).

Menurut Rachmat, sektor industri tentu sangat menginginkan menyerap garam lokal. Hanya saja, dalam realitanya hal itu belum tersedia secara baik. Apalagi jika disesuaikan dengan kebutuhan industri, kapasitas garam lokal belum mumpuni.

Sebagai catatan, kriteria garam yang dibutuhkan industri adalah garam dengan kadar NaCl-nya di atas 97 persen. Sedangkan garam lokal kadar Nacl-nya baru berkisar 60-70 persen. Dengan realita tersebut dia meyakinkan bahwa pemerintah tidak akan sembrono mengambil langkah penyetopan impor garam secara menyeluruh.

Sebelumnya diketahui, Menko Luhut sempat mengucapkan bahwa impor garam cukup berkontribusi pelebaran defisit perdagangan dan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Sehingga apabila impor garam dapat disetop seluruhnya, maka CAD dapat ditahan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement