REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan diperlukan revisi UU Pilkada sebelum menerapkan rekapitulasi secara elektronik (rekap-el). Sebab, dia menilai UU Pilkada tidak menyebutkan dasar hukum rekap-el.
"Bahasa undang-undang hanya menyatakan penghitungan, bukan rekap. Sehingga UU Pilkada itu tidak ada dasar hukum rekap-el. Dengan demikian ini harus didiskusikan secara matang," ujar Titi ketika dikonfirmasi, Kamis (25/7).
Sehingga, jika UU Pilkada menyatakan demikian, naka otomatis memang penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) harus dilakukan. Proses penghitungan seperti ini menurut dia tetap diperlukan karena sangat akuntabel dan partisipatoris.
"Yang kita butuhkan adalah pengadministrasiannya yang elektronik. Bukan menghitungnya," kata Titi.
Sehingga, menurut dia tetap harus dilakukan revisi terhadap UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Jika rekap-el dilaksanakan tentu ada sejumlah implikasi teknis yang tidak bisa hanya dijawab dengan peraturan KPU (PKPU).
"Revisi perlu dilakukan. Misalnya nanti ada manipulasi suara penyelesaian seperti apa? Harus ada konektivitas antara UU Pilkada dengan mekanisme teknis di lapangan yang tidak semua bisa dilakukan oleh PKPU. Soal penegakan hukum kan tidak bisa lewat PKPU, sebab aturan itu (PKPU) tidak bisa memuat ketentuan pidana dan denda," katanya.