Jumat 26 Jul 2019 00:08 WIB

Boris Johnson, Seorang Donald Trump dari Inggris?

Boris Johnson kerap memberi pernyataan rasial dan kebencian, mirip Donald Trump.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Pemimpin Partai Konservatif sekaligus Perdana Menteri InggrisBoris Johnson saat tiba di markas partai di London, Selasa (23/7).
Foto: Aaron Chown/PA via AP
Pemimpin Partai Konservatif sekaligus Perdana Menteri InggrisBoris Johnson saat tiba di markas partai di London, Selasa (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris yang baru Boris Johnson dapat menjadi tokoh pemecahbelah yang sama berpengaruhnya dengan Donald Trump di Amerika Serikat (AS). Ia terkenal dengan pernyataan-pernyataan rasial dan retorika kebencian. 

Dilansir dari CNN Intenasional Kamis (25/7) banyak warga Inggris yang menyebarkan tagar #NotmyPM setelah Johnson dinyatakan terpilih sebagai perdana menteri. Tagar yang mirip ketika Trump terpilih sebagai presiden AS pada 2016 lalu saat warga AS yang kecewa dengan hasil pemilihan umum dan menyebarkan tagar #NotmyPresident. 

Baca Juga

Johnson pernah membuat marah banyak orang karena artikelnya di surat kabar the Telegraph pada 2002. Saat itu ia mengkritik pemerintahan Tony Blair yang menurutnya mengaburkan uang pembayar pajak dengan berpergian ke luar negeri. 

"Tidak diragukan lagi AK74 akan jatuh terdiam, dan ikan panga akan menghentikan upaya mereka merentas daging manusia, dan para suku petarung akan meledak dengan senyum semangka untuk melihat kepala putih besar itu mendarat di dari burung putih besar Inggris yang didanai pembayar pajak," tulis Johnson.

Di Eropa dan Amerika, ada stereotip orang Afrika sangat menyukai semangka. Ketika budak Afrika meraih kemenangan dalam Perang Sipil Amerika, masyarakat Afrika-Amerika yang bebas dari perbudakan mengembangbiakan, memakan, dan menjual semangka untuk merayakannya dan menjadikan buah itu sebagai simbol kebebasan mereka. 

Kaum kulit putih yang memperjuangkan perbudakan meresponnya dengan membuat buah itu sebagai simbol kemalasan, kekotoran, dan kekanak-kanakan masyarakat kulit hitam. Pernyataan Johnson pun dianggap sebagai ujaran rasial. 

Di tahun yang sama, ia juga mengeluarkan pernyataan rasial tentang benua Afrika di majalah the Spectator. Di artikel yang berjudul Afrika Berantakan Tapi Kami Tidak Bisa Menyalahkan Kolonialisme itu Johnson mengatakan Inggris tidak salah dalam perbudakan di Uganda. 

"Ambil Uganda, mutiara Afrika, sebagai contoh catatan Inggris. Apakah kami bersalah atas perbudakan? Bah!. Itu tugas pertama Frederick Lugard, yang mengkolonialisasi Buganda pada tahun 1980-an, untuk mengambil dan mengalahkan budak Arab," tulis Johnson.   

Tidak hanya pernyataan-pernyataan rasialnya yang mirip dengan Trump. Tapi Johnson juga lahir di New York dan punya masalah dengan pajak. Berdasarkan undang-undang AS ia warga negara AS. 

Majalah Newsweek melaporkan Johnson baru melepaskan kewarganegaraan AS setelah ia dikejar-kejar Badan Pendapatan Internal (IRS) AS karena tidak membayar pajak. Dilansir dari Newsweek menurut jurnalis Sonia Purnell yang menulis biografi Johnson, Just Boris: A Tale of Blond Ambition, ayah Boris Johnson yakni Stanley Johnson mahasiswa ekonomi Columbia University ketika perdana menteri baru Inggris itu lahir. 

Ayahnya 'mempertimbangkan pentingnya memiliki dwi kewarganegaraan untuk putranya'. Ia pun mendaftarkan kelahiran anaknya di New York.

Setengah abad kemudian ia baru mencabut kewarganegaraan AS. Ketika menjadi wali kota London, Johnson dikejar-kejar kedutaan besar AS karena masalah pajak. Sebagai pemilik dwi kewarganegaraan, ia tetap harus membayar pajak pendapatan walaupun tinggal di luar negeri. 

Ia juga membuat marah IRS karena tidak membayar pajak setelah menjual rumahnya di North London. Pada 2015, ia menegaskan tidak akan membayar pajak ke AS. 

"Jawabannya tidak, saya pikir sangat keterlaluan, mengapa saya harus? Saya tidak pernah tinggal di Amerika sejak saya berusia lima tahun," katanya kepada BBC waktu itu. 

Johnson sempat menjadi Menteri Luar Negeri Inggris selama dua tahun setelah gagal dalam pemilihan perdana menteri pada 2016. Sebelum itu, ia adalah wali kota London selama dua periode. Majalah the Atlantic melaporkan ia adalah anggota Partai Konservatif pertama dan satu-satunya yang memimpin ibu kota Inggris itu. 

Jabatan menteri luar negeri membuatnya semakin populer terutama di kalangan kelompok konservatif. The Atlantic melaporkan Johnson kerap berselisih pendapat dengan pemimpin-pemimpin partainya. Tapi saat itu terjadi ia menjadi lebih kuat lagi. 

Johnson tidak terbelenggu batasan-batasan yang biasanya melekat dalam diri seorang politisi. Statusnya yang juga seorang selebriti membuatnya tidak bisa dipecat. Boris Johnson justru menyelamatkan Partai Konservatif ketika partai itu hancur karena gagal melaksanakan Brexit. 

Sebelum Brexit, Johnson tidak dikenal publik internasional. Tapi di dalam negeri ia salah satu politisi terkenal karena karakteristiknya yang khas dan cenderung komikal. Karena itu, Johnson menjadi politisi yang terkenal tapi tidak dapat dipahami.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement