REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Fachry Ali menilai Presiden Joko Widodo memiliki tugas berat pascaberakhirnya kepemimpinan 2024 mendatang. Tugas berat itu adalah membuat proses politik menjadi egaliter.
"Jokowi menjadi antitesis dari para elit, dan karena itu pasca 2024 itu harus punya kemampuan membuat proses politik menjadi egaliter tidak lagi dikuasai oleh para elite semata," kata Fachry Ali di Jakarta, Kamis (25/7).
Jokowi sepanjang karier politiknya sampai pada periode kedua jabatan presiden, telah membuktikan mampu manjadi pemimpin tanpa harus berasal dari kalangan elite politik. Presiden terpilih periode 2019-2024 itu berasal dari pengusaha kecil, namanya menanjak karena Jokowi begitu disenangi masyarakat Solo ketika menjabat wali kota.
Dalam Simposium penelitian Jokowi II, Fachry mengatakan Jokowi bukan seperti elite lain yang memiliki kendaraan partai politik besar. Dia juga tidak mempunyai kucuran dana besar.
"Dalam sejarah politik Indonesia elite yang ada itu punya latar belakang ekonomi, mereka sudah terlanjur kaya di zaman orde baru, mereka migrasi modal ke dalam dunia politik," kata dia.
Dengan berakhirnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo di 2024, peta pertarungan politik bisa saja kembali kepada tangan-tangan elite kalau tanpa sistem politik egaliter. "Apa yang dilakukan Jokowi selama lima tahun dalam politik sudah banyak membantu untuk pasca 2024, namun masih diperlukan usaha mempertahankan agar model ini tetap berjalan walau Jokowi tidak lagi berkontestasi," ujarnya