REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat perdagangan internasional Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengharapkan adanya peningkatan ekspor buah maupun produk lainnya ke Cina yang berpotensi mendorong kinerja neraca perdagangan.
"Indonesia unggul terutama di produk makanan minuman, tembakau, tekstil, dan juga produk-produk pertanian dan perkebunan, tentunya ini menjadi komoditas unggulan kita," ujar Fithra, Kamis (25/7), menanggapi kunjungan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang melakukan sejumlah lobi kepada pelaku bisnis di China untuk mendorong nilai ekspor.
Dari kunjungan tersebut, sejumlah komoditas diperkirakan dapat menjadi pendorong ekspor Indonesia ke negeri tirai bambu tersebut di masa depan, antara lain CPO, buah-buahan dan sarang burung walet.
Sedangkan, salah satu ekspor buah yang dapat kembali meningkat adalah manggis, yang diperkirakan kembali pulih, seperti sebelum larangan impor manggis dari Indonesia yang diberlakukan China pada 2013.
Ekspor manggis ke China pernah mencapai 36 juta dolar AS pada 2012. Namun, turun drastis menjadi 96 ribu dolar AS di 2013, menyusul larangan impor manggis dari Indonesia yang diberlakukan negara tersebut.
Untuk itu, Fithra mengingatkan pendataan dan identifikasi secara sungguh-sungguh dalam pelaksanaan ekspor serta mengetahui negara yang menjadi kompetitor dalam ekspor buah-buahan, seperti Thailand dan Vietnam, sangat penting.
Dalam kesempatan terpisah, pengamat ekonomi Indef Rusli Abdullah mengatakan buah-buahan tropis dari Indonesia dapat menjadi peluang ekspor baru ke negara-negara dengan penduduk besar dengan empat musim seperti China.
"Karena orang-orang empat musim sangat suka buah-buahan tropis mereka stok untuk musim dingin, sangat luar biasa permintaannya," ujarnya.
Menurut dia, buah-buahan yang potensial seperti manggis, salak, durian, maupun nanas berpeluang terus diekspor ke China karena cenderung tahan lama dan tidak cepat busuk ketika melalui proses pengiriman yang lama.
Meski menilai positif, Rusli mengingatkan pentingnya upaya untuk meningkatkan daya saing perkebunan melalui pengelolaan secara masif dalam skala besar serta memperbaiki mata rantai pasokan, mulai dari wilayah pusat produksi, yang sebagian besar berada di desa.
Ia mengatakan salah satu masalah utama dalam ekspor buah-buahan adalah penanaman yang terpencar dan produksi yang tidak berkelanjutan, terutama pada buah yang potensial seperti belimbing dan jambu air.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi optimistis Indonesia bisa memperoleh satu miliar dolar AS per tahun dengan mendorong ekspor CPO, buah-buahan dan sarang burung walet ke China.
Berdasarkan data, total perdagangan Indonesia-China pada 2018 tercatat sebesar 72,67 miliar dolar AS atau naik 23,48 persen dari 2017 sebesar 58,84 miliar dolar AS. Sedangkan total perdagangan kedua negara periode Januari-April 2019 telah mencapai 22,4 miliar dolar AS.