REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko meminta seluruh elemen masyarakat bersabar menunggu tindak lanjut Polri terkait kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Dia menegaskan, pemerintah berkomitmen menuntaskan kasus tersebut.
Moeldoko melontarkan pernyataan tersebut untuk menanggapi langkah Amnesty International yang membawa kasus Novel ke Kongres Amerika Serikat (AS). Amnesty International sudah mempresentasikan kasus Novel ini kepada sejumlah anggota Kongres AS.
“Pemerintah masih terus berusaha. Unsur-unsur yang memiliki tugas untuk itu sedang bekerja keras. Saya pikir perlu menunggu. Lebih baik menunggu,” ujar Moeldoko di kantornya, Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (26/7).
Moeldoko mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tenggat waktu kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk segera menyelesaikan kasus Novel Baswedan. Presiden, kata Moeldoko, memberikan tenggat waktu penyelidikan selama tiga bulan untuk menindaklanjuti hasil temuan Tim Pencari Fakta (TPF).
“Presiden telah berikan tugas baru kepada Kapolri untuk menindaklanjuti secara teknis hasil temuan TPF itu. Saya pikir, nanti ada indikator-indikator menuju ke sana," katanya.
Amnesty International melaporkan kasus Novel Baswedan kepada Kongres Amerika Serikat (AS) setelah penyelidikan kasus ini tak berhasil mengungkap pelaku penyerangan. Amnesty International ingin memastikan pelaku penyerangan terhadap Novel terungkap dan diadili ke ranah hukum.
Aksi brutal terhadap Novel dianggap ancaman bagi upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air. “Kasus Novel ini seharusnya menjadi masalah bersama. Bukan hanya aktivis antikorupsi dan HAM (hak asasi manusia), melainkan juga bagi para penegak hukum,” kata Staf Komunikasi Amnesty International Indonesia, Haeril Halim, kemarin.
Oleh karena itu, kata dia, Amnesty mencoba semua lini advokasi dan pembelaan agar pelaku penyerangan terhadap Novel bisa diungkap. Ia menambahkan, Novel bukan satu-satunya penyidik KPK yang mengalami serangan.
Amnesty juga punya sejumlah catatan tentang pelanggaran serius berupa intimidasi dan ancaman, penyerangan terhadap para penyidik di KPK. Pun juga ancaman terhadap para aktivis antikorupsi, serta aparatur pemerintah dalam proses penegakan hukum. Sayangnya, kata dia, hampir semua bentuk ancaman dan intimidasi tersebut berujung pada sikap bungkam untuk memproses bentuk anarkistis tersebut ke ruang hukum.
Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Direktur Advokasi Amnesty International untuk Asia Pasifik Francisco Bencosme melaporkan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan ke Kongres Amerika Serikat (AS) pada Kamis (25/7). Pelaporan tersebut menjadi aksi advokasi luar negeri pertama untuk mengungkap dalang dan pelaku penyerangan terhadap Novel. Amnesty menganggap, penyerangan terhadap Novel salah satu bentuk aksi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Indonesia dari sektor pemberantasan korupsi.
Amnesty menyebut bentuk pelanggaran HAM tersebut sebagai kegagalan negara dalam mengungkap siapa dalang dan pelaku penyerangan terhadap Novel. Menurut Amnesty, kegagalan itu disebabkan sikap sengaja institusi penegak hukum yang enggan mengungkap pelaku dan dalang aksi penyerangan.
“Bahwa kegagalan untuk menyelesaikan kasus Novel akan memperkuat kultur impunitas (meniadakan pidana bagi pelaku kejahatan) dalam kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia,” kata Bencosme dalam rilis resmi Amnesty, Jumat (26/7). Menurut Amnesty, jika dibiarkan, peniadaan pidana bagi pelaku kejahatan tersebut akan berdampak buruk bagi usaha Indonesia untuk menjadi negara berlandaskan hukum.
Haeril melanjutkan, ada tiga alasan mengapa Amnesty melaporkan kasus Novel ke Kongres AS. Alasan pertama, kasus penyerangan terhadap Novel erat kaitannya dengan pemberantasan korupsi yang menjadi musuh global. Kedua, serangan terhadap Novel merupakan ancaman terhadap upaya Indonesia menegakkan hukum dan HAM. Terakhir, demi memastikan pengusutan kasus penyerangan tersebut tuntas dan keberhasilan negara menyeret pelaku dan dalangnya ke pengadilan.
“Tentunya pelaporan kasus Novel di Kongres AS kemarin baru langkah awal,” ujar Haeril. Amnesty juga akan melakukan aksi serupa di sejumlah lembaga-lembaga pemantau hukum dan HAM di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). “Harapannya minimal, kalangan internasional dapat memberikan dukungan dalam mengungkap kasus tersebut,” ujar Haeril.