Ahad 28 Jul 2019 18:00 WIB

BPJPH Sosialisasikan UU JPH di Pesantren

BPJPH diminta mainkan peranan aktif dalam penyelenggaraan jaminan produk halal.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agung Sasongko
[ilustrasi] Sekolompok santri di sebuah pondok pesantren di Jawa Timur.
Foto: EPA/Fully Handoyo
[ilustrasi] Sekolompok santri di sebuah pondok pesantren di Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), menggelar dialog ulama dan umara dalam stategi penerapan jaminan produk halal untuk Indonesia di Yayasan Hasyim Asy’ari Tebuireng. 

Dialog yang digelar di Aula H. Bachir Achmad, Pondok Pesantren Tebuireng Jombang ini, dihadiri KH Sholahuddin Wahid atau Gus Sholah, Kepala BPJPH Sukoso dan Ketua Yayasan Universitas Hasyim Asy’ari, KH Imam Suprayoga. 

Dalam sambutannya, Gus Sholah menyinggung potensi Indonesia sebagai negara yang memiliki peran utama dalam sertifikasi halal di dunia. Pembentukan BPJPH, kata dia akan memunculkan semangat baru untuk membangun dan memajukan industri halal di Indonesia.

Dia berharap, BPJPH dapat memainkan peranan aktif dalam penyelenggaraan jaminan produk halal. BPJPH, menurut dia, bukan hanya memberikan jaminan produk halal bagi masyarakat, dapat meningkatkan penerimaan negara secara finansial.

“Hampir 60% dari perputaran ekonomi syariah dunia ada di Asia Pasifik dan Indonesia harus serius menangkap peluang industri halal ini,” katanya dalam keterangan yang diterima Republika, Ahad (28/7).

Menurut ata Islamic Chambers of Commerse Industry and Agricultur (ICCA) pada 2018, perdagangan produk halal dunia mencapai 2,8 triliyun US Dolar. Data Global Islamic Index, hingga saat ini Indonesia masih mengimport sebesar 171 miliar US Dolar untuk memenuhi beragam produk halal di dalam negeri.

“Seharusnya, Indonesia bisa menjadi negara eksportir produk halal dunia,” ujar Gus Sholah.

Sementara itu, Kepala BPKPH Sukoso mengatakan, penyelenggaraan JPH bertujuan memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk dalam kehidupan sehari-hari. JPH, kata dia juga bertujuan meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.

“Dengan adanya standar halal, maka produk akan memiliki nilai tambah dan itu sangat penting dalam kancah ekonomi global yang penuh persaingan ini,” katanya.

Ketua Yayasan Universitas Hasyim Asy’ari, KH Imam Suprayoga menjelaskan, Alquran pada dasarnya mengajarkan umat Islam untuk hidup dengan memiliki standar. Tanpa adanya standar halal, tambahnya, manusia tidak akan mendapat keberkahan dari makanan yang dia makan atau dia jual, dan jelas melanggar larangan Allah Swt.

“Jadi standar itu memang sudah sejak dulu. Hanya tidak semua (standar) itu tertulis. Pesantren itu sudah terbiasa berstandar sejak dulu,” jelasnya.

Imam menjelaskan, keberadaan pesantren yang tersebar di tengah masyarakat memiliki komitmen terhadap standar halal, sekaligus mendorong suksesnya penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Pondok-pondok pesantren, kata dia, merupakan kekuatan potensial dengan komitmen standar halal.

“Hanya saja, di pesantren ini kekurangan laboratorium. Sehingga perlu bekerjasama dengan perguruan tinggi,” terangnya.

“organisasi-organisasi sosial keagamaan seperti Muhammadiyah dan NU juga perlu dilibatkan dalam penyelenggaraan jaminan produk halal, karena akan menjadi kekuatan besar bangsa kita,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement