REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING — Liga Super Cina mulai menunjukan geliat mereka di sepak bola dunia dalam dua tahun terakhir. Beberapa klub di Negeri Tirai Bambu berlomba-lomba merekrut pemain top Eropa.
Namun, bukan pemain yang hanya sekadar ingin menghabiskan masa pensiunnya. Melainkan pemain-pemain usia produktif yang masih jadi incaran klub-klub besar Eropa.
Diawali oleh langkah Hulk pada 2016, yang hijrah dari Zenit St. Petersburg ke Shanghai SIPG. Bahkan, Shanghai SIPG pun rela mengeluarkan dana sebesar 50 juta poundsterling atau Rp 886 miliar.
Langkah Hulk tersebut pun ditiru oleh sesama pemain Brasil lainnya, Alexandre Pato. Mantan pemain AC Milan itu pun memilih pindah ke Liga Super Cina saat usianya masih 29 tahun. Bergabungnya Pato dengan Tianjin Tianhai mungkin tidak terlalu mengejutkan. Sebab Pato memang pindah ketika kariernya di Eropa mulai meredup.
Namun, beda dengan pemain Atletico Madrid yang satu ini, Yanncik Carrasco. Di usianya yang masih 25 tahun dan menjadi pemain kunci Los Rojiblancos, Carrasco secara mengejutkan bergabung dengan Dalian Yifang pada musim dingin 2018. Padahal, saat itu ia menjadi incaran berbagai klub besar Eropa.
Nama-nama top lainnya yang sudah hijrah ke Liga Super Cina antara lain adalah Oscar, Marouane Fellaini, Pele, Pualinho hingga yang baru saja bergabung ke Jiangsu Suning, Joao Miranda. Bangkitnya sepak bola Cina memang tidak terlepas dari semakin merebaknya event-event olahraga besar di negara tersebut.
Marouane Fellaini
Ke depan, Cina juga akan menjadi tuan rumah Piala Dunia Bola Basket FIBA 2019. Beijing, akan menjadi kota pertama di dunia yang menggelar Olimpiade musim panas dan musim dingin pada 2022.
Laporan dari Nielsen Sport mengungkapkan, berbagai ajang olahraga tingkat dunia itu membuat kinerja pasar dan investasi baru yang berkembang pesat hampir setiap pekannya. Nielsen Sport menilai, perkembangan itu dilakukan oleh pemerintah Cina, perusahaan dan masyarakatnya sendiri.
Daftar klub dan agensi sepak bola di bawah kendali Cina terus berkembang dalam dua tahun terakhir, diiringi dengan kemajuan oleh Liga Super Cina. Perkembangan sistem sepak bola Cina dan pengaruhnya yang meningkat terhadap sepak bola dunia, didorong oleh strategi pemerintah dan rencana investasi, baik untuk sepakbola hingga olahraga secara keseluruhan.
''Perusahaan-perusahaan Cina dan orang-orang kaya didorong untuk berinvestasi besar-besaran dalam event, klub, fasilitas, agensi dan sponsor di dalam maupun luar negeri,'’ begitu pernyataan Nielsen Sport, Ahad (28/7).
Maka tidak aneh bila saat ini, klub Cina, Jiangsu Suning, siap membayar pemain sekelas Gareth Bale sekitar Rp 264 miliar per tahun. Hingga Shandong Luneng yang memberi Fellaini upah sampai Rp 4,5 miliar per pekan.
Tapi, keputusan Jiangsu itu pun mendapatkan kritik. Jiangsu dinilai terlalu 'bodoh' untuk membayar pemain semahal itu. Sebab, media Cina berkaca pada keputusan Guangzhou Evergrande, yang membeli Paulinho dari Barcelona. Sejak mendatangkan Paulinho, Guangzhou Evergrande mematok harga hak siar lebih mahal dari sebelumnya.
Hal tersebut diakui oleh Presiden Global Strategy Nielsen Sport Glenn Lovett. Ia menilai, pengaruh pertumbuhan ekonomni Cina terhadap bisnis olahraga bukan lagi menjadi rahasia.
Baik itu investor dari Cina yang mengakuisisi dan berinvestasi dalam properti olahraga di seluruh Eropa, liga internasional, dan klub yang ingin memanfaatkan populasi besar untuk menggaet fan baru, serta membeli atau menjual hak siar utama atau akuisisi strategis Cina atas event besar olahraga internasional.
Besaran honor pemain sepak bola Liga Super Cina menduduki peringkat keenam dunia dengan nilai rata-rata 1,05 juta dolar AS (Rp 14,82 miliar) per tahun. Laporan itu disampaikan Global Sport atas survei gaji pemain selama 2018.
Guangzhou Evergrande Taobao
Sementara, lima besar gaji pemain sepak bola profesional dunia secara berurutan adalah Liga Primer Inggris dengan nilai rata-rata 3,94 juta dolar AS, La Liga Spanyol (2,9 juta dolar AS), Serie A Italia (2 juta dolar AS), Bundesliga Jerman (1,84 juta dolar AS), dan Ligue 1 Prancis (1,3 juta dolar AS).
Meskipun Liga Super Cina belum mampu bersaing dengan kelima kompetisi sepak bola di benua Eropa itu, dari segi gaji pemain Cina sudah mampu menembus papan atas dunia. Di Cina dilaporkan ada tujuh klub yang membayar gaji pemain di atas 1 juta dolar AS per tahun. Bahkan tiga klub besar kontestan Liga Super Cina, yakni Guangzhou Evergrande, Shanghai SIPG, dan Hebei China Fortune bisa membayar lebih dari 2 juta dolar AS.
Sebelumnya, Asosiasi Sepak Bola Cina (CFA) mengeluarkan aturan pembatasan gaji pemain lokal paling tinggi sebesar 10 juta RMB atau Rp 21 miliar per tahun. Jika klub atau tim melanggar aturan yang dikenal dengan istilah kontrak "yin-yang" tersebut, maka CFA akan mencoret klub atau tim yang bersangkutan.
Aturan tegas tersebut bagian dari upaya CFA membatasi pengeluaran keuangan klub sepak bola setempat. Namun para pemain asing yang berlaga pada musim kompetisi Liga Super Cina tahun ini tidak terkena dampak regulasi salary cap itu.