Senin 29 Jul 2019 14:49 WIB

BPS: Enam Indikator Demokrasi Indonesia Masuk Kategori Buruk

Mayoritas indikator tersebut berasal dari aspek lembaga demokrasi.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto (tengah) didampingi Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam Wawan Kustiawan (kiri) dan Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Margo Yuwono (kanan) menyampaikan laporan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Tahun 2018 di Jakarta, Senin (29/7/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto (tengah) didampingi Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam Wawan Kustiawan (kiri) dan Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Margo Yuwono (kanan) menyampaikan laporan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Tahun 2018 di Jakarta, Senin (29/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Kecuk Suhariyanto, mengatakan masih ada enam indikator demokrasi Indonesia yang masuk dalam kategori buruk. Mayoritas indikator tersebut berasal dari aspek lembaga demokrasi.

Menurut Kecuk, ada 28 indikator demokrasi Indonesia, tiga aspek dan 11 variabel yang mempengaruhi tingkat capaian Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). Dari 28 indikator, BPS mencatat ada 15 indikator yang memiliki skor baik (lebih dari 80 persen) dan enam indikator yang memiliki skor buruk (kurang dari 60 persen).

"Masih ada enam indikator demokrasi Indonesia yang berkategori buruk. Enam indikator ini masih memerlukan perhatian sejumlah pihak supaya bisa meningkat, " ungkap Kecuk dalam rilis IDI Indonesia 2018 di Kantor BPS, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Senin (29/7).

Kecuk lantas menjelaskan enam indikator tersebut. Pertama, indikator ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat (aspek kebebasan sipil).

 

Kedua, indikator persentase perempuan terpilih tehadap total anggota DPRD provinsi (aspek hak politik). Ketiga, indikator demonstrasi (mogok) yang bersifat kekerasan. 

Keempat, indikator perda yang merupakan inisiatif DPRD. Kelima indikator rekomendasi DPRD kepada eksekutif.

"Keenam, indikator upaya penyediaaan informasi APBD oleh pemerintah daerah.  Empat indikator terakhir ini masuk ke dalam aspek lembaga demokrasi," tutur Kecuk. 

Sementara itu, 15 indikator yang masuk kategori antara lain adalah, ancaman penggunaan mekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat, ancaman penggunaan kekerasan yang menghambat kebebasan berkumpul atau berserikat. Lalu aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal gender, etnis, atau terhadap kelompok rentan lainnya, hak pemilih dan dipilih yang terhambat, keberpihakan KPUD penyelenggara pemilu, keputusan hakim yang kontroversial dan kecurangan dalam penghitungan suara.

Sebelumnya, Kecuk mengatakan IDI nasional 2018 sebesar 72,39 persen. Angka ini meningkat tipis jika dibandingkan dengan IDI pada 2017 yang sebesar 72,11 persen.  "Dengan angka ini, maka IDI nasional kita masih tetap berada dalam status sedang," ujar Kecuk.

Dia menambahkan, metode penghitungan IDI menggunakan enpat sumber data. Keempatnya yakni review surat kabar lokal, review dokumen (peraturan daerah, peraturan gubernur), focus group discussion (FGD) dan wawancara mendalam. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement