REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) nasional 2018, Senin (29/7). Berdasarkan riset BPS, indeks demokrasi 2018 mengalami kenaikan tipis jika dibandingkan 2017.
Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto, mengatakan IDI nasional 2018 sebesar 72,39 persen. "Angka ini meningkat tipis jika dibandingkan dengan IDI pada 2017 yang sebesar 72,11 persen. Dengan angka ini, maka IDI nasional kita masih tetap berada dalam status sedang," ujar Kecuk saat pemaparan IDI di Kantor BPS, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Senin.
Kecuk menjelaskan, capaian angka IDI 2018 dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Pertama, ada penurunan dari aspek kebebasan sipil sebesar 0,29 poin (dari 78,75 persen ke 78,46 persen).
Kedua, penurunan juga terjadi pada aspek hak-hak politik sebesar 0,84 poin (dari 66,63 persen ke 65,79 persen). Meski ada dua aspek mengalami penurunan, kata Kecuk, satu aspek lain yakni lembaga demokrasi mengalami peningkatan cukup besar, yakni 2,76 persen.
"Kenaikan aspek lembaga demokrasi dari tahun sebelumnya sebesar 72,49 persen ke 75,25 persen. Sehingga walau dua aspek menurun, angka dari satu aspek ini membantu kenaikan IDI nasional," ungkapnya.
Kemudian, dari aspek-aspek di atas diturunkan ke dalam variabel. Dari situ ada sejumlah variabel yang mengalami kenaikan dan penurunan. Menurut Kecuk, ada enam variabel yang mengalami peningkatan dan empat variabel mengalami penurunan.
Tiga variabel dengan peningkatan terbesar yakni variabel peran parpol yang meningkat 10,46 poin, variabel peran peradilan yang independen meningkat 4,41 poin dan variabel kebebasan berkumpul-berserikat meningkat sebesar 3,19 poin.
"Sementara itu, ada dua variabel yang mengalami penurunan terbesar. Yakni variabel partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan (menurun 1,88 poin) dan variabel kebebasan berkeyakinan yang menurun sebesar 1,42 poin, " tambah Kecuk.