REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Predikat Kota Layak Anak yang didapat Tasikmalaya dinilai belum sejalan dengan langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya dalam memenuhi hak anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Tasikmalaya menilai, predikat itu baru sekadar bersifat normatif.
"Dalam konteks perlindungan, kekerasan masih cukup tinggi," kata Ketua KPAID Kota Tasikmalaya Eki S Baehaqi, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (29/7).
Eki mengatakan, tren kasus kekerasan pada anak dari tahun ke tahun selalu meningkat di Kota Tasikmalaya. Padahal, jika mengacu pada predikat yang didapat, seharusnya angka pelanggaran bisa ditekan.
Bedasarkan data KPAID Kota Tasikmalaya, pada 2017 terdapat sekitar 20 kasus kekerasan pada anak. Angkanya meningkat menjadi lebih dari 40 kasus pada 2018 dan pada semester pertama 2018 belasan kasus tertangani. Umumnya, kasus kekerasan yang terjadi berupa hak asuh dan kekerasan fisik.
Menurut Eki, terdapat ketidaksesuaian antara predikat kota layak anak yang didapat Tasikmalaya dan kondisi di lapangan. Eki menyebut, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan Pemkot Tasikmalaya.
"Predikat kota layak anak menjadi motivasi sekaligus tantangan untuk bisa menurunkan jumlah pelanggaran hak anak," kata dia.
Eki meminta, Pemkot Tasikmalaya ke depannya harus lebih serius melakukan penguatan untuk perlindungan anak, termasuk juga dari aspek kelembagaan. Dengan begitu, semua lembaga bisa berfungsi lebih optimal.
"Penyediaan sarana dan prasarana juga harus diperhatikan. Kita belum punya rumah aman. Masih banyak tantangan kita," kata Eki.
Kota Tasikmalaya dianugrahi predikat kota layak anak dalam Peringatan Hari Anak Nasional 2019 yang digelar oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di Makassar, Sulawesi Selatan. Dari 247 daerah seluruh Indonesia, 135 kabupaten/kota meraih penghargaan layak anak tingkat Pratama, termasuk di dalamnya Kota Tasikmalaya.
Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman mengatakan, tingkatan itu baru menandakan komitmen awal, salah satunya dengan membangun kampung ramah anak di Kelurahan Sukamanah, Kecamatan Cipedes, belum lama ini. Ia menargetkan, pada 2020 setiap kelurahan di Kota Tasikmalaya akan memiliki kampung ramah anak.
"Kalau sudah ada tiap kelurahan, nanti tiap lingkungan. Jadi kami ingin Tasik di setiap lingkungan memiliki tempat yang ramah anak," kata dia.
Ia menilai, tujuan utama membangun lingkungan ramah anak tak lain untuk menyelamatkan generasi Indonesia ke depan. Di tempat itu, anak-anak bisa berkumpul keluarga dengan teman sebayanya dan keluarga untuk dapat bersosialisasi dan bermain layaknya anak.
"Kita ciptakan dulu lingkungan ramah anak. Jangan sampai lingkungan membuat mereka individualis. Karena itu perlu dibuat kingkungan untuk menciptakan kembali kebersamaan.
Menurut Budi, salah satu yang mengancam mental anak saat ini adalah pesatnya perkembangan teknologi. Ia mencontohkan, saat ini waktu anak-anak selalu disibukkan demgan gawai. Salah satu penyebabnya lantaran tidak adanya tempat bermain yang layak untuk anak berkumpul dan bersosialisasi.
"Dengan banyaknya tempat bermain yang layak, saya yakin bisa menurunkan angka kekerasan pada anak. Kekerasan anak itu kan dari media, gim daring karena semua itu membuat karakter anak berbeda," kata dia.
Selain itu, menurut dia, anak-anak bisa kembali berkumpul dan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Intinya, menurut Budi, anak bisa sejenak melupakan teknologi yang mereka sendiri belum siap menggunakannya.
"Kita memang butuh teknologi, tapi kalau belum waktunya bisa bahaya buat mereka. Magkanya dengan kampung layak anak ini, mereka bisa jadi anak yang tumbuh dengan seharusnya," kata dia.