Senin 29 Jul 2019 19:47 WIB

KPU Dorong Larangan Koruptor Jadi Cakada Masuk UU Pilkada

Larangan koruptor jadi calon kepala daerah bisa dimasukan dalam revisi UU 10/2016

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Gedung KPU
Foto: Tahta Aidilla/ Republika
Gedung KPU

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan pihaknya mendorong agar ketentuan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah diatur dalam UU Pemilihan Kepala Daerah (pilkada). Menurutnya, ketentuan tersebut bisa dimasukkan dalam revisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

“Gagasan ini bisa terus digulirkan, digelindingkan sehingga diakomodasi, misalnya di revisi UU Pilkada, itu yang paling ideal sebenarnya,” ujar Pramono saat dikonfirmasi wartawan, Senin (29/7).

Pramono menilai jika diatur dalam UU maka ketentuan larangan koruptor menjadi calon kepala daerah akan memiliki kekuatan hukum yang tegas. Sebab,  jika hanya sekedar kalau diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) maka berpotensi besar bakal dibatalkan lagi oleh Mahkamah Agung (MA) sebagaimana Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang eks koruptor menjadi caleg dalam Pemilu 2019.

“Kalau misalnya KPU tuangkan dalam PKPU, kemudian nanti ada calon kepala daerah yang berstatus napi, lalu gugat ke MA, sudah bisa diduga, dibatalkan. Jadi, landasan hukum tidak cukup kuat karena hanya diatur dalam PKPU. Itu problemnya, di sana,” tegas Pramono. 

Menurut Pramono, KPU bisa saja mengatur ketentuan larangan eks narapidana korupsi menjadi kepala daerah masuk dalam PKPU. Namun, dia berharap ada dukungan dari DPR dan pemerintah terhadap ketentuan tersebut sehingga bisa diterapkan di Pilkada Serentak 2020.

“Dengan begitu, setidaknya ada dukungan politik dari pemerintah dan DPR, bahwa mereka tidak akan mencalonkan napi koruptor dalam Pilkada 2020 karena proses pencolanan dalam Pilkada itu kan oleh DPP kan. Sehingga kalau partai politik tingkat pusatnya menyetujui peraturan KPU itu otomatis mereka tidak akan mengajukan calon-calon yang memang mantan napi koruptor. Potensi digugat ke MA-nya juga tidak ada,” pungkas Pramono.

Wacana larangan eks narapidana korupsi  menjadi kepala daerah mengemuka setelah menangkap Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang terjerat suap jual beli jabatan. Tamzil sebelumnya merupakan residivis kasus korupsi saat menjabat Bupati Kudus periode 2003-2008. KPK mengusulkan agar partai politik tidak mencalonkan lagi kepala daerah koruptor di Pilkada 2020.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement