REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri) Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar menegaskan upaya memecah belah TNI dan Polri harus terus diwaspadai. "Upaya untuk memecah belah TNI dan Polri itu bisa kita lihat, kita rasakan," katanya, usai menghadiri silaturahmi Menteri Pertahanan dengan purnawirawan TNI, di Jakarta, Senin (29/7).
Agum mencontohkan upaya memecah belah itu terlihat ketika aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu yang seolah-olah mengarahkan masyarakat agar membenci polisi. "Kemarin waktu unjuk rasa itu, ada suara 'Polisi musuh kita, TNI kawan kita'. Itu kan upaya memecah belah. Di sinilah perlu kewaspadaan," kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial dan Keamanan itu mengingatkan bahwa upaya memecah belah itu merupakan cara-cara yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). "Ini tematisnya komunis. Dulu, ya, begini. Memecah belah. Ini harus kita waspadai," ujar Agum yang pernah menjabat Menteri Pertahanan itu.
Ia mengakui pada pemerintahan Presiden Joko Widodo kesolidan dan kekompakan antara TNI dan Polri sudah tercipta di bawah pimpinan Panglima TNI dan Kapolri saat ini. Namun, kata dia, upaya memecah belah akan terus dilakukan seiring ancaman gerakan radikal yang ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NLRI).
Karena itu, ia mengajak kepada jajaran purnawirawan, baik TNI AD, AL, dan AU, serta Polri untuk bersatu kembali menyongsong masa depan. Menurut dia, soliditas TNI dan Polri harus harus terus dijaga karena tantangan bangsa Indonesia yang dihadapi ke depan semakin berat.
"Jadi, saya ingin mengajak purnawirawan, baik darat, laut, udara, dan polisi untuk bersatu lagi. Mari menyongsong masa depan," katanya.