REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kafe al-Fishawy ini tempat berbagai ahli yang terkenal di bidangnya bertemu dan berdiskusi. Salah satunya adalah Naquib Mahfouz. “Semoga Allah selalu bersama al-Fishawy. Semoga pemiliknya selalu sehat, sejahtera, dan berumur panjang,” tulisnya dalam daftar pengunjung.
Mahfouz adalah salah satu pemenang Nobel Sastra 1988. Dia menulis Trilogi Kairo setebal 1.500 halaman di bagian belakang kafe. Salah satu pelayan al-Fishawy, Hasan Ibrahim berujar, “Rumah Mahfouz tidak jauh dari sini.” Ibrahim sudah meng habiskan 51 tahun masa hidupnya menjadi pelayan. Saat ini, Ibrahim berusia 72 tahun.
Pelanggan penting lainnya adalah Ahmad Rami. Dia adalah penyair yang menulis lagu untuk penyanyi legendaris Ummu Kulthum. Rami juga menulis syair untuk Raja Farouk yang memimpin Mesir setelah Perang Dunia II.
Hal senada juga datang dari penulis Roots, Alex Haley. Seri televisi bukunya telah dialihbahasakan dalam Arab dan menjadi hit di Mesir. “Se gala yang terjadi di Mesir me lewati Fishawy,” kata Akram al-Fishawy dengan bangga.
Sebagai kafe untuk semua kalangan, al-Fishawy memiliki ritme. Pada dini hari, sopir taksi, pengrajin, dan pemilik toko sering mampir untuk sepoci teh. Siang hari pada jam sibuk, kamera para wisatawan sering terlihat di antara meja.
Mereka memotret apa saja yang dianggap menarik dalam kafe. Sementara, para pelayan kafe itu melangkah cepat di antara kawanan pengunjung. Pada sore hari, kawanan pengunjung umumnya adalah mahasiswa.
Setelah itu disusul kelompok jamaah Masjid al- Hussain seusai beribadah. Di akhir pekan, al-Fisha wy dipenuhi pengunjung dari luar Kairo. Lampu al-Fisha wy terus menyala sampai jauh malam di tengah cuaca Mesir yang dingin.
Pada saat-saat seperti ini seseorang akan tampil membaca puisi, menyanyikan lagu, atau menampilkan hasil karya seni yang lain. Kondisi kafe makin ramai dengan dengungan dan hiruk-pikuk pengunjung.
Perubahan memang telah memengaruhi kafe, namun Qahwat al-Fishawy tetap men jadi “monumen” masa lalu dan masa kini Mesir. Hal ini bisa dilihat dari menu dan interior kafe. Para pelayan masih meneriakkan pesanan pengunjung ke dapur melalui gang.
Hal ini ternyata yang menjadi daya tarik al-Fish a wy. “Kami datang ke al-Fishawy setiap mengunjungi Kairo. Saya menyukainya karena semua kalangan ber kumpul di sini. Nuansanya harmonis dan menyenang kan,” kata Reda Abdel Hakim yang tinggal di Ismailia.