REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo membantah tuduhan adanya politisasi dalam proses perpanjangan izin organisasi kemasyarakatan (ormas) Front Pembela Islam (FPI). Tjahjo menegaskan, pihaknya tidak pernah membeda-bedakan ormas tertentu.
"Tidak ada. Yang ditelaah oleh Ditjen Polpum (Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum) kami tidak hanya FPI. Ada 400.000 lebih ormas yang terdaftar di Kemendagri, Kementerian Hukum dan HAM, sebagainya," ujar Tjaho ketika ditemui usai menjadi narasumber acara Kementerian PAN-RB diJakarta Selatan, Selasa (30/7).
Menurut Tjahjo, tidak ada perlakukan berbeda untuk ormas manapun jika Surat Keterangan Terdaftar (SKT) habis. Setiap dari mereka harus melengkapi surat-surat persyaratan yang diminta. "SKT kalau habis masa berlaku, semua dicek. Khususnya yang menyangkut menerima Pancasila atau tidak, itu saja intinya," tegas Tjahjo.
SKT ormas FPI habis pada 20 Juni 2019, namun menurut Kemendagri ormas itu masih belum melengkapi syarat perpanjangan izin SKT. Sebelumnya, Dirjen Polpum Soedarmo mengatakan, salah satu syarat yang harus FPI penuhi adalah rekomendasi dari Kementerian Agama.
FPI juga belum menyerahkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi yang ditandatangani oleh pengurusnya. FPI menuduh pemerintah mempolitisasi proses perizinan setelah Presiden Joko Widodo mengatakan jika tidak sejalan dengan negara, ada kemungkinan tidak akan memperpanjang izin atau SKT ormas dari kelompok tersebut.
Izin ormas FPI terdaftar dalam SKT 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014. Adapun masa berlaku SKT FPI, yaitu sejak 20 Juni 2014 sampai 20 Juni 2019.