REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bentuk gedung yang memanjang dengan dipenuhi jendela besi ini berada di jalan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara. Gedung tersebut merupakan Museum Bahari. Saat ini, museum tersebut dalam tahap renovasi karena sempat terbakar satu tahun yang lalu.
Untuk menemukan Museum Bahari tidak mudah karena tidak ada petunjuk apapun yang menginformasikan letak Museum Bahari. Ketika sampai dan masuk ke dalam Museum Bahari terlihat lantai dan tembok terbuat dari kayu berwarna coklat. Di setiap ruangan pasti ada jendela yang besar. Museum ini terbagi tiga gedung yaitu A,B, dan C.
Gedung yang terbakar berada di belakang yaitu, A ,C2, dan C3. Sehingga terdapat tukang bangunan yang sedang membersihkan puing-puing bangunan. Masih tercium aroma bekas kebakaran. Kayu menghitam serta tidak ada atap yang terpasang. Angin yang berhembus membuat segumpal debu puing menyeruak ke seluruh gedung.
Tidak hanya itu, gedung yang tersisa juga terlihat sudah tidak terawat. Kapal-kapal terlihat berdebu serta tidak tertata. Informasi dari benda bersejarah pun tidak lengkap. Adapun ruangan kafe tetapi ruangannya kosong. Sehingga museum ini terlihat membosankan dan sepi. Hanya ada beberapa pengunjung dari mancanegara.
Kepala Satuan Pelaksana Koleksi dan Perawatan Museum Bahari, Eko Hartoyo, mengatakan sudah satu tahun dibiarkan kini Museum Bahari sedang tahap renovasi. Namun, semenjak terjadinya kebakaran pengunjung menurun drastis.
“Ya sekitar 70 persen menurun. Mereka tahunya setelah terjadi kebakaran kami tutup permanen. Padahal tidak, di media sosial juga sudah kami beritahu. Yang tersisa hanya kapal Indonesia,” katanya kepada Republika di Museum Bahari, beberapa waktu lalu.
Eko menambahkan sekitar 45 persen dari bangunan yang terbakar. Kapal-kapal dari Amerika dan Inggris sudah hangus dilalap api. Hanya tersisa kapal Indonesia dari Cirebon, Indramayu dan Papua. Untuk sementara, Kapalnya kini ditutup terpal di sebuah ruangan Museum Bahari.
Kemudian, kata dia, akses ke Museum Bahari belum kunjung ditata secara benar. Pasalnya, lalu lintas serta jalan menuju Museum Bahari dipenuhi truk kontainer yang besar. Sehingga pengunjung tidak berani untuk ke Museum Bahari. Pemasangan rambu, papan petunjuk dan penerangan saja tidak ditindaklanjuti.
“Sudah rapat waktu itu dengan Dinas Perhubungan (Dishub) tetapi sampai sekarang belum ditindaklanjuti. Pengunjung pada takut ke sini banyak truk kontainer dan setiap hari pasti padat,” kata dia.
Eko sudah lama menanti adanya akses jalan serta kendaraan yang membuat pengunjung mengunjungi Museum Bahari. Sebab, museum ini dipenuhi sejarah dan gambaran kemaritiman Nusantara terlebih ada menara Syahbandar. Sehingga pengunjung bisa melihat pemandangan dari atas menara.
Museum Bahari memang belum difungsikan secara optimal karena masih banyak ruang yang kosong serta penataan museum yang kurang modern. Pengunjung kebanyakan wisatawan dari luar negeri daripada dari dalam negeri.
Rencananya pada 2020 Museum Bahari akan ditata secara modern. “Ya memang museum ini belum digital. Museum ini letaknya juga di dalam jadi banyak pengunjung yang kurang mengetahui. Ada kafe tapi masih kosong itu aset pemerintah DKI Jakarta,” ujar dia.
Eko berharap jika renovasi pada gedung yang kebakaran sudah selesai, pengunjung bisa kembali ramai dengan akses serta fasilitas yang nyaman.
Humas PT Polygon, Umar Fhundoli, mengatakan waktu penyelesaian renovasi pada gedung yang terbakar pada akhir Desember 2019. Namun, ada perbedaan struktur pada atap yang dahulu memakai kayu nantinya memakai baja.
“Kalau yang lainnya kami mengikuti konsep sebelumnya. Itu sih kendalanya, kami harus mapping selama dua bulan. Berarti empat bulan pengerjaannya bisa full time dengan ratusan pekerja,” kata Umar.
Saat ini, kata dia, pengerjaan renovasi Museum Bahari sedang dalam tahap pembersihan puing-puing dan kayu jati. Sebab, saat pembersihan ia juga menyaring puing-puing tersebut agar artefak dan benda bersejarah lainnya tidak terbuang.
Umar menambahkan jika nanti sudah selesai pembangunannya pihaknya akan memelihara selama enam bulan sesuai perjanjian kontrak. Lalu, Umar mengaku renovasi pembangunan tersebut juga diawasi petugas keamanan serta pihak dari PT. Polygon.
“Soalnya kemarin kami menemukan kompas dari Belanda. Sekarang sudah diamankan kok. Jadi, ya kami berhati-hati juga takut ada yang terbawa dan terbuang,” kata dia.
Salah satu pengunjung, Lina (38 tahun), mengatakan, banyak kekurangan dari Museum Bahari. Padahal, kata dia, Museum ini sudah bagus dengan benda-benda bersejarahnya serta bangunannya.
“Oh pernah kebakaran ya? pantas tadi saya kesana ditutup. Ya tadi keliling sama anak-anak banyak yang berdebu kapalnya. Terus mau lihat asal usulnya tidak ada papan informasi. Terus saya mau tahunya dari mana ya?” kata dia.
Lina menyarankan Museum Bahari ini mengadakan atraksi atau pertunjukan musik agar pengunjung semakin banyak untuk wisata kesini. Lalu, aksesnya juga harus disediakan untuk pengunjung. Sehingga pengunjung tertarik dan nyaman.
“Harusnya ada bus city tour rutenya sampai sini. Ada shelternya juga. Lagian di sini banyak truk. Tadi saja saya naik mobil daring. Terus tempat parkirnya juga tidak luas. Masih banyak yang harus dibenahi fasilitasnya. Kalau kayak gini terus ya sepi dan membosankan,” ujar dia.