REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Nasdem Teuku Taufiqulhadi tak membantah bahwa Partai Nasdem mengincar kursi Jaksa Agung. Kendati demikian, ia menyerahkan sepenuhnya ke presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Semua partai boleh melirik posisi tersebut, tetapi keputusan akhir pada presiden pada Pak Jokowi," ujar Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/7).
Taufiqulhadi menuturkan, alasan Nasdem begitu menginginkan jabatan tersebut lantaran posisi Jaksa Agung harus memiliki latar belakang penuntutan yang sangat kuat. Posisi Jaksa Agung menurutnya posisi yang sangat penting untuk mempertahankan Indonesia.
"Karena itu dia tentu saja orang-orang yang sangat baik. Apakah ada, menurut saya, di Nasdem pasti ada," klaimnya.
Sejumlah pihak menilai posisi jaksa agung tidak tepat apabila berasal dari partai politik (parpol). Menurutnya, boleh saja jabatan politik diisi oleh bukan yang berasal dari parpol, begitu juga sebaliknya, jabatan yang bukan jabatan politik boleh diisi oleh non parpol.
Ia pun membantah akibat hal tersebut terjadi ketegangan di koalisi. Sepengetahuannya, kondisi tersebut tidak ia rasakan.
"Kalau ada sedikit terjadi sebuah pernyataan yang sedikit bersebrangan di antara parpol diantara koalisi. Tidak ada hubungan dengan persoalan jaksa Agung," ungkapnya.
Sebelumnya analis politik dari Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengusulkan, Jaksa Agung pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode kedua sebaiknya dari kalangan profesional yang sangat memahami tata kelola Kejaksaan Agung bukan dari partai politik. Diketahui, Jaksa Agung HM Prasetyo, adalah mantan kader Partai Nasdem.
"Jaksa agung sebaiknya tidak berasal dari partai politik, baik kader partai politik, pernah menjadi partai politik maupun diusulkan oleh partai politik," kata Pangi, di Jakarta, Ahad (28/7).
Menurut Pangi, Jaksa Agung berlatar belakang dari partai politik dikhawatirkan memiliki bias orientasi penegakan hukum. Dapat juga terjadi sikap 'tebang pilih' dalam pemberantasan korupsi.
"Hal ini dikhawatirkan dapat merusak jalan pemberantasan korupsi," katanya.