Selasa 30 Jul 2019 19:06 WIB

Mbah Soleh, Sosok Keramat di Balik Pertempuran 10 November

Mbah Soleh mengerahkan santrinya untuk membantu perlawanan Surabaya.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
Masjid Pesantren Benda Kerep, Cirebon, peninggalan Mbah Soleh.
Foto: Republika/ Andrian Saputra
Masjid Pesantren Benda Kerep, Cirebon, peninggalan Mbah Soleh.

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Pendiri Pondok Pesantren Benda Kerep yakni KH Maulana Muhammad Soleh atau dikenal dengan Mbah Soleh punya peran besar dalam melawan penjajahan Belanda. 

Meski tak terjun langsung ke medan pertempuran, Mbah Soleh ternyata menjadi salah satu ulama besar yang menggerakan perlawanan terhadap penjajahan. Satu di antaranya yakni pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. 

Baca Juga

Menurut Pengasuh Pesantren Benda Kerep, KH Muhammad Miftah, kala itu Mbah Soleh menjadi salah satu ulama sepuh di Jawa yang menginstruksikan keponakannya yakni Kiai Abbas putra dari Kiai Abdul Jamil dari Pondok Pesantren Buntet agar berangkat ke Jawa Timur. 

Mbah Soleh meminta Kiai Abbas untuk menemani perjuangan Kiai Hasyim Asy'ari dan arek-arek Surabaya. Mbah Soleh juga menginstruksikan cucunya yakni Kiai Mas'ud untuk turut serta melawan penjajahan.  

“Beliau tidak sampai turun, beliau itu menyuruh cucunya almarhum Kiai Mas'ud dan waktu revolusi Jihad beliau menyuruh keponakannya yang jadi putranya Kiai Abdul Jamil Buntet itu, Kiai Abbas. Mbah Abbas itu diperintahkannya ke sana untuk mendampingi Mbah Hasyim Asy'ari,” kata Kiai Miftah yang juga cicit Mbah Soleh saat berbincang dengan Republika,co.id beberapa waktu lalu. 

Mbah Soleh pun mengirimkan santri-santri Pesantren Benda Kerep untuk turut serta dalam pertempuran 10 November 1945. Tak hanya itu, Mbah Soleh juga menempatkan  santri-santrinya di sejumlah wilayah untuk memantau pergerakan penjajah. “Santri-santrinya dibagi secara strategis ada yang di laut eretan Indramayu, ada yang ditempatkan menjaga di Gunung Ciremai,” katanya.   

Selama masa penjajahan Pesantren Benda Kerep yang didirikan Mbah Soleh pada 1826 tak pernah sekalipun terjamah oleh penjajah baik Belanda maupun Jepang. Menurut KH Miftah, konon saban penjajah hendak melintasi kawasan itu kampung Benda Kerep selalu terlihat sebagai lautan.   

“Ya namanya wali-wali Allah ya, mungkin beliau meminta kepada Allah semoga diselamatkan negeri tercinta kita ini. Sehingga (Belanda) tidak sampai ke sini dari mulai Belanda dan Jepang pun tak ada yang bisa ke sini. Tidak tersentuh,” tuturnya. Andrian Saputra

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement