REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar menjelaskan, Bawaslu sudah dibentuk hingga tingkat kabupaten/kota. Oleh karena itu, Bawaslu kabupaten/kota akan menggantikan lembaga pengawas pemilu yang selama ini dikenal sebagai panwaslu.
"Oleh karena itu butuh penafsiran baru atau revisi atas Undang-undang (UU) nomor 10 tahun 2016," kata Fritz saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (30/7).
Revisi atau pemaknaan itu akan dijadikan sebagai dasar hukum bagi Bawaslu kabupaten/kota untuk bekerja. Pasalnya, dalam UU nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada, lembaga pengawas pemilu tingkat kabupaten/kota masih disebut panwaslu.
"Setidaknya diperlukan tafsir baru oleh MK. Sehingga, Bawaslu kabupaten/kota nantinya dianggap sebagai Panwaslu sebagaimana perintah undang-undang," tutur Fritz.
Sementara itu, Mantan Ketua Bawaslu, Bambang Eka Cahya Widodo juga mengamini pernyataan tersebut. Ia mendorong pemerintah untuk segera merevisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Alasannya, pada 2020 akan diselenggarakan pilkada serentak, termasuk di tingkat kabupaten/kota.
"Ini Bawaslu sudah dibentuk sampai kabupaten/kota. Tapi dasar hukumnya belum ada. Dalam UU, pengawas pemilu kabupaten/kota masih disebut panwaslu, padahal saat ini sudah ada bawaslu," ujarnya.
Bambang menjelaskan, perbedaan paling signifikan antara keduanya terkait dengan masa kerja. Jika Bawaslu bekerja dan dipilih setiap lima tahun sekali. Sedangkan Panwaslu, mereka bekerja pada saat penyelenggaraan pilkada itu saja.
"Jadi nantinya pengawasan pemilu di tingkat kabupaten/kota akan lebih optimal," tutur Bambang.