Rabu 31 Jul 2019 08:55 WIB

Anies Tegas Tolak Lanjutkan Reklamasi

Walhi meminta perda dan peta yang memasukkan pulau reklamasi dihapus.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Aksi Tolak Reklamasi di Balai Kota. Sejumlah aktivis dari Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) melakuka aksi di depan Balai Kota, Jakarta Pusat, Jum'at (5/7).
Foto: Republika/Fakhri Hermansyah
Aksi Tolak Reklamasi di Balai Kota. Sejumlah aktivis dari Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) melakuka aksi di depan Balai Kota, Jakarta Pusat, Jum'at (5/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan, akan melawan secara hukum gugatan terhadap Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1409 Tahun 2018 tentang pencabutan beberapa keputusan gubernur tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi. Anies tak akan membiarkan pengembang melanjutkan proyek reklamasi.

"Kami tidak akan membiarkan para pengembang untuk melanjutkan reklamasi," kata Anies, Selasa (30/7).

Ia menyatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menghormati proses hukum dan menghargai setiap warga negara untuk menggugat secara hukum. Akan tetapi, ia menekankan, jika meneruskan reklamasi, berbahaya untuk masa depan lingkungan hidup Jakarta.

Apalagi, kata dia, permukaan tanah Jakarta turun dan permukaan air lebih tinggi. Apabila daratan ditambah lagi di Teluk Jakarta, Ibu Kota akan seperti mangkuk yang menampung air.

Anies melanjutkan, air yang mengalir dari pegunungan akan masuk ke Jakarta. Kemudian dari pesisir pantai tidak langsung bertemu laut, tetapi justru membanjiri daratan yang panjangnya tiga sampai empat kilometer karena reklamasi.

Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah menegaskan, Pemprov DKI Jakarta tak akan melanjutkan proyek reklamasi di 13 pulau. Menurut dia, Pemprov DKI hanya meneruskan pembangunan empat pulau reklamasi yang sudah telanjur terbangun saat ini.

"DKI sudah enggak mau terusin. Itu saja. Mau diputar-putar ke mana, ya itu saja. Saya rasa kebijakannya sudah jelas. Bahwa kita hanya meneruskan empat pulau saja yang sudah terbangun," ujar Saefullah.

Ia mengatakan, keputusan untuk tak meneruskan reklamasi sudah melalui kajian yang jelas. Dengan demikian, Pemprov DKI mengambil keputusan tidak meneruskan proyek reklamasi 13 pulau yang belum terbangun sama sekali.

Soal kontribusi yang telah dibayarkan dari PT Taman Harapan Indah ke Pemprov, Saefullah meminta pengembang melaporkan kontribusi tersebut dan menghitungnya. Menurut dia, Pemprov DKI akan mengonversi ke pembangunan di tempat lain sehingga kontribusi yang sudah dibayarkan tak hilang.

“Itu kebijakannya sudah jelas. Kalau pengembang sudah memberikan kontribusi, silakan laporkan dan hitung," ujar Saefullah.

Sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan PT Taman Harapan Indah terkait pencabutan izin pelaksanaan reklamasi di Pulau H. PTUN menyatakan, batal atau tidak sah Kepgub DKI Jakarta Nomor 1409 Tahun 2018.

Dalam Kepgub Nomor 1409/2018 tersebut, salah satunya menyatakan pencabutan Kepgub Nomor 2637 Tahun 2015 tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi Pulau H kepada PT Taman Harapan Indah. Dengan begitu, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan melalui Kepgub 1409 menyatakan izin pelaksanaan reklamasi tidak berlaku.

Namun, dikutip dari laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara sipp.ptun-jakarta.go.id, amar putusan hakim menyatakan eksepsi Anies tersebut ditolak. Dalam pokok perkara, pengadilan mengabulkan gugatan untuk seluruhnya. Kemudian, pengadilan menyatakan Kepgub DKI nomor 1409 tahun 2018 tanggal 6 September batal.

Kasus ini tercatat dengan nomor perkara 24/G/2019/PTUN JKT dan diputuskan pada 9 Juli 2019. Pengadilan juga mewajibkan DKI untuk mencabut keputusannya. DKI diwajibkan untuk memperpanjang proses izin SK Gubernur Nomor 2637 tahun 2015.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi meminta kebijakan Pemprov DKI Jakarta tak mengakomodasi reklamasi. Menurut dia, selama reklamasi diakomodasi, dalam setiap kebijakan memungkinkan reklamasi tak akan berhenti.

"Selama reklamasi diakomodasi dalam kebijakannya, maka peluang hidupnya akan terus ada," ujar Tubagus.

Ia menyebutkan, kebijakan itu seperti peraturan tata ruang yang masih memasukkan reklamasi di dalamnya. Selain itu, masih ada peraturan daerah (perda) yang membahas reklamasi, termasuk peta-peta reklamasi.

"Perda-perda yang masih memasukkan reklamasi harus dihapuskan, temasuk peta-petanya," kata dia menambahkan.

Ia mengatakan, Pemprov DKI yang saat ini dipimpin Gubernur Anies Rasyid Baswedan harus serius menghentikan reklamasi. Sebab, secara keseluruhan reklamasi berdampak mengubah ekosistem di Teluk Jakarta yang merugikan lingkungan dan masyarakat pesisir serta para nelayan.

Tubagus menyebut, kebijakan Anies harus bisa membuat pengembang tak bisa melanjutkan reklamasi. Sebab, pengembang belum menyusun perencanaan pembangunan dan belum mengantongi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) di Pulau H.

Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Ayu Eza Tiara, meminta Pemprov DKI Jakarta betul-betul menghentikan izin pelaksanaan reklamasi. Menurut dia, apabila perusahaan menggugat terkait pencabutan izin pelaksanaan reklamasi dan ingin kembali melanjutkan proyek reklamasi, berarti perusahaan meyakini prosedur dijalankan sesuai prinsip ataupun aturan.

Dengan demikian, lanjut Ayu, Pemprov DKI harus memiliki kajian lebih mendalam dibandingkan perusahaan. Ia melanjutkan, Pemprov DKI harus melampirkan kajian atas dampak reklamasi yang begitu besar sampai potensi terjadinya bencana di Ibu Kota.

Untuk kajian itu, Pemprov DKI bisa melibatkan lembaga maupun organisasi yang fokus dan peduli terhadap lingkungan. "Masalahnya sekarang ini, pemprovnya ada kajian enggak?" kata Ayu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement