Rabu 31 Jul 2019 14:42 WIB

Politikus PDIP Setuju UU Pilkada Direvisi, Tetapi...

Harus dipertimbangkan aspek konstitusional melarang eks napi korupsi maju pilkada.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi II DPR Arif Wibowo berada di ruamg tunggu sebelum menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/7).
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
Anggota Komisi II DPR Arif Wibowo berada di ruamg tunggu sebelum menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendorong agar ketentuan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah diatur dalam undang-undang pilkada. Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Arif Wibowo mendukung agar undang-undang pilkada direvisi.

"Ya setuju saja (direvisi)," kata Arif Wibowo kepada Republika.co.id, Rabu (31/7).

Baca Juga

Namun, menurut dia, perlu dipertimbangkan juga terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang pernah menolak uji materi pasal 182 huruf g dan pasal 240 ayat (1) huruf g undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait aturan mantan narapidana yang menjadi peserta pemilu. Menurutnya, hal tersebut akan menjadi perdebatan dalam merevisi uu pilkada tidak jauh dari putusan MK tersebut.

"Karena itu menyangkut aspek konstitusionalitasnya kan," ujarnya

Ia mengatakan belum ada pembicaraan terkait hal tersebut di komisi II. Sebab, ia menambahkan, DPR kesulitan merevisi Undang-Undang tersebut pada sisa periode saat ini.

"Ya gimana caranya dalam waktu beberapa hari ini?," ucapnya.

Sebelumnya KPU Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan pihaknya mendorong agar ketentuan larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah diatur dalam UU Pemilihan Kepala Daerah (pilkada). Menurutnya, ketentuan tersebut bisa dimasukkan dalam revisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Pramono menilai jika diatur dalam UU maka ketentuan larangan koruptor menjadi calon kepala daerah akan memiliki kekuatan hukum yang tegas. Sebab,  jika hanya sekedar kalau diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) maka berpotensi besar bakal dibatalkan lagi oleh Mahkamah Agung (MA) sebagaimana Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang eks koruptor menjadi caleg dalam Pemilu 2019.

“Kalau misalnya KPU tuangkan dalam PKPU, kemudian nanti ada calon kepala daerah yang berstatus napi, lalu gugat ke MA, sudah bisa diduga, dibatalkan. Jadi, landasan hukum tidak cukup kuat karena hanya diatur dalam PKPU. Itu problemnya, di sana,” tegas Pramono.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement