Kamis 01 Aug 2019 02:14 WIB

Din Syamsuddin Apresiasi Penyempurnaan Terjemahan Alquran

Din Syamsuddin berharap, terjemahan Alquran ini diterima dan mudah dipahami umat

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin (tengah) bersama Kepala Bidang Lajnah Pengkajian Al Quran Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran Kementerian Agama Abdul Aziz Sidqi (kedua kiri) memberikan paparan saat rapat pleno ke-41 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Rabu (31/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin (tengah) bersama Kepala Bidang Lajnah Pengkajian Al Quran Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran Kementerian Agama Abdul Aziz Sidqi (kedua kiri) memberikan paparan saat rapat pleno ke-41 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Rabu (31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) mengapresiasi upaya Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Kementerian Agama (Kemenag) dalam menyempurnakan terjemahan Alquran. Pihaknya berharap, terjemahan Alquran itu akan lebih mudah untuk dipahami masyarakat.

Ketua Wantim MUI Prof Din Syamsuddin menuturkan, rapat pleno yang diselenggarakan secara rutin kali ini, Rabu (31/7), khusus membahas penerjemahan Alquran yang sedang dilakukan Kemenag.

Baca Juga

"Menurut informasi yang kami peroleh, banyak hal-hal baru, yang berbeda, dengan terjemahan sebelumnya. Untuk itu, kami undang (Kemenag) untuk mendapatkan konfirmasi dan sekaligus para anggota Wantim MUI memberikan pandangannya," kata Din Syamsuddin kepada Republika.co.id di kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (31/7).

Menurutnya, penerjemahan Alquran bukanlah sesuatu yang mudah. Sebab, Alquran berdasarkan wahyu dari Zat Yang Maha Mutlak. Ayat-ayat-Nya harus dipahami oleh manusia, makhluk yang bersifat relatif.

Tentu saja, ada keterbatasan pemahaman manusia mengenai Alquran. Oleh karena itu, Wantim MUI menghargai upaya Kemenag yang terus-menerus menyempurnakan terjemahan Alquran.

"Terutama dari sudut (pandang) kami, saya pribadi berpendapat agar terjemahan (Alquran) mendatang agar lebih mudah dipahami oleh umat untuk bisa diamalkan dalam kehidupan nyata," ujar ketua umum PP Muhammadiyah 2005-2015 itu.

Din juga menyampaikan, Wantim MUI belum mengetahui secara detail terjemahan Alquran edisi 2019. Sebab, yang beredar sekarang adalah terjemahan Alquran edisi 2002.

Maka dari itu, Wantim MUI merasa berkepentingan untuk bisa memahami terjemahan Alquran edisi terkini untuk memberikan sumbang saran.

Sementara itu, terjemahan Alquran edisi 2019 sudah dua kali diuji sahih. Sampai saat ini, proses terjemahan itu memasuki tahap finalisasi. Rencananya, hasil finalnya akan diterbitkan pada akhir tahun ini.

Wantim MUI menyampaikan, akan ada pembahasan lagi dalam pertemuan yang akan datang. Hal itu setelah pihaknya mengetahui kata-kata kunci yang mengalami peralihan makna dari terjemahan Alquran 2002 di dalam terjemahan Alquran yang terbaru.

 

Ramah Disabilitas dan Gender

Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Kementerian Agama (Kemenag) sedang menyusun terjemahan Alquran edisi penyempurnaan. Terjemahan Alquran edisi tahun 2019 itu telah disempurnakan agar menjadi ramah disabilitas dan gender.

Kepala Bidang Pengkajian Alquran dari Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, Abdul Aziz Sidqi menyampaikan, terjemahan Alquran itu disempurnakan dari sisi kebahasaan. Sebelumnya, terjemahan yang ada mengacu kepada ejaan yang disempurnakan (EYD). Kini, acuannya pada pedoman umum ejaan bahasa Indonesia (PUEBI).

Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran bekerja sama dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Terjemahan Alquran edisi 2019 ini pun dibuat agar ramah disabilitas dan ramah gender.

"Maksud ramah disabilitas tadi kita sampaikan, (misalnya) penerjemahan kata buta dalam Surah Abasa ayat dua itu diterjemahkan menjadi tunanetra karena itu menyangkut fisik. Kalau tidak menyangkut fisik, tetap terjemahannya buta," kata Aziz kepada Republika.co.id di kantor MUI pusat, Jakarta, Rabu (31/7).

Dia menjelaskan, yang dimaksud ramah gender ialah metode penerjemahan yang peka isu gender. Misalnya, penggunaan istilah 'gadis montok' diganti menjadi 'gadis molek'. Menurut para ahli bahasa Indonesia, ujar Aziz, kata molek lebih bermakna halus daripada kata montok. Sementara itu, kata montok berkesan kasar atau kurang halus.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement