REPUBLIKA.CO.ID, LAMPUNG TIMUR -- Petani jengkol Desa Maringgai, Lampung Timur rela menginap di ladang untuk menjaga buah jengkol yang akan dipanen dalam beberapa hari ke depan. Mereka mencoba mengantisipasi kerugian akibat kehilangan hasil kebunnya.
"Saya dan sejumlah petani jengkol rela menginap di ladang saat musim seperti ini karena takut jengkol yang sudah masak hilang," kata Ayu, salah seorang petani jengkol.
Menurut Ayu, petani jengkol takut meninggalkan ladang jengkol pada malam maupun pagi hari. Kekhawatiran itu muncul karena banyaknya buah jengkol siap panen yang habis dimakan oleh kelelawar dan digasak oleh pencuri.
"Saya takut buah jengkol yang siap dipanen ini hilang dimakan kelelawar atau di panen orang, jadi lebih baik saya beserta suami dan saudara menginap di ladang", katanya.
Selain dengan cara menginap di ladang, petani jengkol juga mengantisipasi kerugian akibat gagal panen dengan cara memasang jaring di sekitar pohon jengkol. Dengan begitu, kelelawar yang hendak menyantap jengkol akan terhalangi.
"Supaya tidak rugi seperti panen sebelumnya saya pasang jaring di sekeliling pohon jengkol supaya kelelawar tersangkut dan tidak makan buah jengkol," ujar Ayu.
Hal yang sama dikatakan oleh Saparudin yang juga petani jengkol. Ia menyatakan, panen jengkol saat ini berbeda-beda tiap ladang, meskipun harga normal Rp 25 ribu per kilogram.
"Akan tetapi, kami takut juga kalau seperti ladang sebelah yang rugi hingga Rp 7 juta akibat dicuri orang dan dimakan kelelawar," katanya.
Menurut Saparudin, bila harga jengkol jauh lebih tinggi lagi dari pada saat ini, akan lebih banyak lagi petani jengkol yang rela meninggalkan rumahnya dan menginap di ladang bersama keluarga.
"Kalau harga naik, banyak sekali petani yang pindah rumah ke ladang dengan membawa kasur, membawa lampu, dan mengajak keluarga hanya untuk menjaga pohon jengkol yang terdiri dari 15 hingga 25 batang," kata Saparudin.