REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengutip Peter T Daniels dalam The First Civilizations, sejumlah ahli sejarah sepakat tulis-menulis diciptakan secara independen. Yaitu, oleh Mesopotamia (khusus, Sumeria kuno) sekira 3200 SM dan Mesoamerika sekitar 600 SM.
Sistem tulis-menulis awalnya hanya berupa gambar-gambar kecil yang digunakan sebagai kata-kata. Secara harfiah, gambar-gambar itu menggambarkan atau mengartikan hal-hal yang bersangkutan. Tapi, Piktograf semacam ini terbatas. Pasalnya, sejumlah benda fisik terlampau sulit untuk digambarkan. Dan, banyak kata yang mempunyai makna lebih dari benda.
Ada beberapa cara perkembangan tulisan yang melampaui sebuah gambar. Salah satunya adalah dengan menggabungkan beberapa gambar untuk menunjukkan konsep tertentu. Setiap populasi manusia memiliki bahasa yang merupakan ciri atau kondisi bawaan alami komunitas tersebut.
Namun, perkembangan sistem tulis-menulis dan komunikasi lisan cenderung tidak merata dan lambat. Setelah tradisi tulis-menulis mulai berkembang sedikit demi sedikit, terjadi perubahan dalam pengucapan. Satu manfaat besar dari menulis adalah mereka memberikan catatan atau informasi dalam suatu bahasa yang dapat diambil pada masa yang akan datang.
Mengutip DR Woolf dalam A Global Encyclopedia of Historical Writing, Volume 2, bangsa Romawi belajar menulis sekira abad kelima sebelum Masehi dari peradaban Etruscan. Menggunakan salah satu dari aksara Italia (Italic Script) yang berasal dari Yunani Barat. Karena dominasi budaya dari negara Romawi, aksara Italia lainnya tidak banyak yang bertahan dan bahasa Etruscan sebagian besar hilang.
P Kyle McCarter dalam bukunya The Early Diffusion of the Alphabet menuliskan, sejarah abjad di Yunani dimulai ketika orang-orang Yunani meminjam abjad Fenisia. Lalu, mereka mengadaptasi ke bahasanya sendiri. Beberapa varietas abjad dikembangkan sendiri oleh Yunani pada abad kedelapan sebelum Masehi. Pertama kali menulis, yaitu dari kanan ke kiri, seperti Fenisia. Namun, Yunani akhirnya memilih untuk menulis dari kiri ke kanan.
Seperti ditulis William G Boltz dalam buku Early Chinese Writing, World Archaeology, di Cina, sistem tulis-menulis diperkirakan mulai berkembang sekira abad 1200 SM. Sejumlah inkripsi ditemukan yang merujuk pada masa Dinasti Syang (sekitar 1500-1050 SM) di lokasi Anyang.
Tidak seperti hieroglif di Mesir, aksara di Cina tidak pernah mati. Tulisannya terus dikembangkan dari waktu ke waktu, bahkan digunakan dalam bahasa lain. Pada zamannya, teknik menulis atau kaligrafi adalah bentuk kesenian tertinggi di Cina. Setiap karakter dari tulisan harus seimbang, proporsi dan goresan yang dibuat harus sesuai pola.
Mengutip John A Wilson dalam The Culture of Ancient Egypt menjelaskan, dimulainya tradisi tulis-menulis di Mesir sekitar 3000 SM. Aksara yang paling terkenal dalam bentuk serangkaian tanda-tanda kecil atau disebut hieroglif. Beberapa tanda gambar adalah objek nyata. Sementara, tanda-tanda lainnya merupakan representasi dari suara yang diucapkan.
Script lain yang digunakan untuk menulis di Mesir selalu berkembang. Hieratic adalah tulisan tangan yang lebih mudah dipahami. Hieratic digunakan untuk penulisan naskah administratif dan nonmonumental dari Kerajaan Lama (sekitar 2613-2160 SM) sampai sekitar 700 SM. Hieratic kemudian digantikan oleh demotik (661-332 SM). Lalu demotik digantikan oleh Koptik pada abad pertama Masehi.