Kamis 01 Aug 2019 00:15 WIB

KPK Sesalkan Suap di BUMN

Pelaksaan suap diniai bertentangan dengan nilai etis dalam dunia bisnis.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyampaikan keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/5/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyampaikan keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) Tbk,   Andra Y. Agussalam dan Taswin Nur, Staf PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti) (Persero) sebagai tersangka dugaan suap terkait Baggage Handling System (BHS) pada PT. Angkasa Pura Propertindo. Pelaksanaan proyek itu dilakukan pada 2019.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan 2 orang sebagai tersangka yakni AYA (Andra Y Agussalam) sebagai penerima dan TSW (Taswin Nur) sebagai pemberi," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan di Gedung KPK Jakarta, Kamis (1/8) malam.

Baca Juga

Basaria menyesalkan kembali terjadinya suap antara pihak yang berada di dua BUMN. Menurutnya kejadian ini sangat memprihatinkan dan sangat bertentangan dengan nilai etis dilakukan dalam dunia bisnis.

"KPK merasa sangat miris karena praktik korupsi bahkan terjadi di dua perusahaan negara yang seharusnya bisa bekerja lebih efektif dan efisien untuk keuangan negara. Tapi malah menjadi bancakan hingga ke anak usahanya," sesalnya.

Adapun untuk konstruksi perkara kali ini, awalnya KPK menerima informasi bahwa PT Inti akan memperoleh pekerjaan Baggage Handling System (BHS) yang akan dioperasikan oieh PT Angkasa Pura Propertindo (APP) dengan nilai kurang lebih Rp 86 miliar untuk pengadaan BHS di 6 bandara yang dikelola oleh PT AP II. 

PT APP awalnya berencana melakukan tender pengadaan proyek BHS, namun Andra mengarahkan agar PT APP melakukan penjajakan untuk penunjukan langsung kopada PT Inti.

"Padahal dalam pedoman perusahaan, penunjukan Iangsung hanya dapat dilakukan apablla terdapat justifikasi dari unit teknis bahwa barang atau jasa hanya dapat disediakan oleh satu pabrikan, satu pemegang paten, atau perusahaan yang telah mendapat izin dari pemilik paten," tutur Basaria.

Bahkan, Andra juga mengarahkan adanya negosiasi antara PT APP dan PT Inti untuk meningkatkan DP dari 15 persen menjadi 20 persen untuk modal awal PT Inti dikarenakan ada kendala cashflow di perusahaan itu.

Akhirnya, atas arahan Andra, Executive General Manager, Divisi Airport Maintenance Angkasa Pura II, Marzuki Battung  menyusun spesifikasi teknis yang mengarah pada penawaran PT Inti.

"Berdasarkan penilaian tim teknis PT APP, harga penawaran PT Inti terlalu mahal sehingga kontrak pengadaan BHS belum bisa terealisasi," terang Basaria.

Akhirnya, Andra mengarahkan Direktur PT APP yakni  Wisnu Rahardjo, agar mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT Inti agar pembayaran awal segera cair sehingga PT Inti bisa menggunakannya sebagal modal  awal.

"Andra diduga menerima uang  96.700 dollar Singalura sebagai imbalan atas tindakannya "mengawal"  agar proyek BHS d8kerjakan oleh PT Inti," ungkap Basaria.

Sebagai pihak yang diduga penerima Andra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf  a atau huruf batau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tlndak Pldana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1KUHP.

Sementara sebagal pihak yang diduga pemberi: Taswin disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement