REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA – Rumah sakit di Dhaka, Bangladesh dipenuhi pasien yang terserang demam berdarah. Negara padat penduduk ini pun sedang berjuang melawan wabah penyakit tersebut yang dinilai terburuk dalam sejarahnya.
Kementerian Kesehatan Bangladesh mencatat, lebih dari 1.400 orang telah didiagnosis menderita demam berdarah dalam 24 jam terakhir, Kamis (1/8), sebagaimana dilansir Channel News Asia.
Sementara itu, setidaknya 14 orang telah meninggal dunia dan lebih dari 17 ribu jiwa terserang virus tersebut sejak epidemi pertama yang tercatat pada tahun 2000 lalu.
Menteri Kesehatan Bangladesh, Zahid Maleque, mengatakan seluruh rumah sakit yang ada di Ibu Kota Bangladesh, yakni Dhaka menjadi wilayah paling parah. Sebab, lebih dari 20 juta warga di sana berjuang untuk mendapatkan perawatan dengan gejala seperti demam tinggi, muntah, dan nyeri sendi.
“Pemerintah telah meluncurkan inisiatif untuk mengendalikan penyebaran penyakit yang ditularkan nyamuk ini. Mulai dari kampanye kesadaran hingga upaya untuk membunuh larva nyamuk. Kita perlu upaya bersama untuk mengatasi krisis ini,” kata Zahid.
Demam berdarah adalah penyakit yang umum ditemukan di Asia Selatan. Terutama selama musim huja yang berlangsung dari Juni hingga September. Tidak ada perawatan khusus untuk menangani penyakit ini. Tetapi dengan deteksi dini dan akses ke perawatan medis yang tepat, kurang dari satu persen penderita demam berdarah meninggal karena virus tersebut.
Secara global, jumlah kasus demam berdarah turun pada 2017-2018. Namun, mengalami peningkatan tajam pada 2019. Terutama di Australia, Kamboja, Cina, Laos, Malaysia, Filipina, Australia, Singapura, dan Vietnam.
Virus demam berdarah disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti yang berkembang pesat seiring dengan urbanisasi dan globalisasi. Karena perkembangan di kota-kota megatropis dan mudah menyebar pada benda-benda yang menampung genangan air.