REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan industri manufaktur di Indonesia masih menunjukkan kinerja yang positif sepanjang kuartal II 2019. Hal ini tercermin pada peningkatan produktivitas industri manufaktur baik skala besar dan sedang maupun yang mikro dan kecil.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) pada kuartal II 2019 naik hingga 3,62 persen (yoy) jika dibandingkan periode yang sama di 2018. Peningkatan tersebut, terutama disebabkan oleh naiknya produksi industri pakaian jadi yang mencapai 25,79 persen.
“Pemerintah terus menggenjot kapasitas produksi industri manufaktur agar dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik, bahkan mampu mengisi permintaan pasar ekspor,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan pers, Kamis (1/8).
Masih mengacu catatan itu, IBS yang mengalami kenaikan produksi tertinggi adalah jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan, yang menyentuh di angka 9,55 persen. Berikutnya, beberapa industri yang juga mengalami pertumbuhan produksi tertinggi yaitu industri pencetakan dan reproduksi media rekaman, industri makanan, industri kertas dan barang dari kertas, serta industri pengolahan lainnya.
Sedangkan, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) pada kuartal II 2019 naik sebesar 5,52 persen (yoy) jika dibandingkan di periode yang sama di 2018. Kenaikan tersebut dipicu terutama disebabkan naiknya produksi industri komputer, barang elektronika dan optik, sebesar 17,74 persen.
Selanjutnya ditopang pertumbuhan produksi, industri percetakan dan reproduksi media rekaman naik 17,01 persen, serta industri pengolahan lainnya yang juga naik hingga 10,95 persen. “Kemenperin juga gencar memacu produktivitas di sektor IKM (industri kecil menengah) melalui berbagai program strategis. Misalnya, program e-Smart IKM serta restrukturisasi mesin dan peralatan produksi,” kata Airlangga.
Untuk itu, guna menjaga keberlangsungan produktivitas tersebut, kata dia, pemerintah telah berupaya menjaga ketersediaan bahan baku dan energi yang dibutuhkan oleh industri. Adapun ketersediaan bahan baku serta harga energi yang kompetitif seperti gas dan listrik, serta kelancaran arus logistik dinilai menjadi faktor yang penting untuk memacu daya saing industri.
Selanjutnya, dia menambahkan seiring masuknya era industri 4.0, Kementerian Perindustrian aktif mengajak kepada pelaku industri di dalam negeri agar dapat memanfaatkan teknologi terkini sehingga menghasilkan produk yang berkualitas secara efisien.
“Jadi diharapkan dengan teknologi industri 4.0, industri akan lebih produktif, inovatif, dan kompetitif baik di skala nasional maupun global,” ujarnya.