REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mengukuhkan Islam sebagai agama kerajaan, Sultan Alauddin membangun sebuah masjid. Namanya Masjid Katangka. Para sejarawan berbeda pendapat mengenai tahun pembangunan masjid ini. Tetapi, diyakini, Masjid Katangka dibangun pada masa pemerintahan Sultan Alauddin dan merupakan masjid tertua di Sulawesi Selatan.
Saat dibangun, masjid ini berada di dalam kompleks benteng Kerajaan Gowa. Masjid digunakan sebagai tempat raja dan pengawalnya melaksanakan shalat. Di masjid ini pula mereka menggelar pertemuan dan kegiatan keagamaan. Karena Kerajaan Gowa menjadi pusat perlintasan perdagangan yang ramai kala itu, masjid juga sering digunakan untuk shalat oleh para saudagar Muslim dari Melayu, India, dan Arab.
Selain sebagai tempat beribadah, masjid juga digunakan sebagai tempat pertahanan pada masa peperangan. Hal ini bisa dilihat dari kokohnya dinding masjid yang mencapai ketebalan 120 sentimeter.
Berdasarkan cerita turun-temurun, ketika hendak menyampaikan khotbah Jumat, para khatib dijaga dua pengawal yang membawa pedang. Hingga saat inipun, kedua sisi mimbar di Masjid Katangka masih terpancang tombak bermata tiga. Meski sederhana,
Masjid Katangka masih berdiri tegak dan terawat dengan cukup baik. Masjid Katangka berbentuk bujur sangkar dengan ruang shalat berukuran 12x12 m. Tempat ibadah ini memiliki ruang peralihan sebelum masuk ke ruang utama. Ruang peralihan ini menyatu dengan atap masjid.
Pada zaman dulu, konon ruang ini digunakan masyarakat sebagai tempat untuk meminta sedekah kepada para bangsawan. Saat ini, ruang peralihan digunakan untuk istirahat para ulama setelah beribadah.
Dari sisi arsitektur, bangunan masjid ini dipengaruhi gaya arsitektur Jawa. Ini tampak dari adanya empat tiang besar yang menyangga ruang utama. Empat tiang besar ini identik dengan saka guru dalam rumah joglo. Bentuk atap Masjid Katangka menye rupai Masjid Agung Demak yang menjadi pusat penyebaran agama Islam pertama di Indonesia.
Sebagai saksi sejarah masuknya Islam di Sulawesi Selatan, masjid yang berada di Kelurahan Ka tangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, ini telah ditetapkan sebagai situs sejarah dan purbakala.