REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyebutkan pernyataan terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai rencana kenaikan tarif impor kepada Cina pada Kamis (1/8) memicu gejolak di pasar keuangan. Pernyataan ini turut menimbulkan pelemahan pada nilai tukar rupiah, Jumat (2/8).
Namun, menurut Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah saat dihubungi Antara, depresiasi nilai tukar rupiah ini hanya sementara. "Depresiasi timbul di pasar tapi ini hanya sementara, karena risk-off setelah rencana Trump memberlakukan tarif baru dalam perdagangan dengan Cina," kata Nanang.
Nanang mengatakan bank sentral akan intervensi di pasar spot, pasar obligasi dan Domestik NDF pada Jumat ini untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Sebelumnya, Donald Trump, presiden negara adidaya yang juga berlatar belakang pengusaha properti, pada Kamis, melontarkan cicitan di media sosial Twitter bahwa pihaknya akan memberlakukan tarif baru pada impor barang-barang Cina. Tarif baru ini dia sebut sebagai upaya melindungi ekonomi AS dari risiko kebijakan perdagangan global.
Ancaman Trump tersebut cukup mengejutkan karena delegasi pemerintah AS baru saja kembali dari negosiasi dagang di Shanghai, China, yang dinilai pasar sebagai perundingan yang disebut cukup konstruktif. Namun pernyataan Trump membuat tensi konflik dagang kembali meningkat.
Dalam serangkaian cicitannya, Trump mengatakan ia akan mengenakan tarif 10 persen pada 300 miliar dolar AS impor Cina mulai 1 September 2019. Dia merasa tidak puas dengan proses negosiasi perdagangan antara kedua negara adidaya yang selama ini dipandang pasar akan menghasilkan dampak positif.
Pada Jumat ini, nilai tukar rupiah di pasar spot bergerak melemah hingga 91 poin atau 0,65 persen menjadi Rp14.209 per dolar AS. Di kurs tengah Bank Indonesia, kurs rupiah juga tertekan hingga Rp14.203 per dolar AS atau level terlemah sejak 20 Juni 2019.