REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Militer Korea Selatan (Korsel) menyatakan, Korea Utara (Korut) menembakkan proyektil tidak dikenal dua kali, Jumat (2/8) ke laut di lepas pantai timurnya.
Meningkatnya aktivitas pengujian itu untuk meningkatkan tekanan pada Seoul dan Washington atas negosiasi nuklir yang tak kunjung rampung. Korut juga menyatakan kekecewaan pada latihan militer AS-Korsel yang direncanakan.
Para analis mengatakan dengan menguji coba senjata yang secara langsung mengancam Korsel tetapi tidak ke daratan AS atau wilayah Pasifiknya. Korut tampaknya memberikan tekanan ke Seoul, dan menguji seberapa jauh Washington akan mentolerir tanpa menyebabkan negosiasi nuklir hancur.
Kepala Staf Gabungan (JCS) Seoul mengatakan peluncuran dilakukan pada pukul 2.59, dan 3.23 pagi dari daerah pantai timur. Akan tetapi tidak segera mengonfirmasi berapa banyak proyektil yang ditembakkan atau seberapa jauh benda tersebut terbang. Seorang pejabat dari JCS, yang tidak ingin disebutkan namanya karena aturan kantor, mengatakan analisis lebih lanjut akan diperlukan untuk menentukan apakah proyektil itu rudal balistik atau artileri roket.
Kantor kepresidenan Korsel mengatakan, kepala penasihat keamanan nasional Chung Eui-yong mengadakan pertemuan darurat dengan para menteri pemerintah untuk membahas peluncuran terbaru. Juru bicara Kementerian Unifikasi Korsel, Kim Eun-han mengatakan pemerintah Seoul menyatakan penyesalan mendalam atas peluncuran yang diyakini dapat memengaruhi upaya negatif untuk menstabilkan perdamaian di Semenanjung Korea.
Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan sedang menganalisis peluncuran, dan proyektil tidak mencapai perairan teritorial Jepang atau zona ekonomi eksklusifnya.
Sebelumnya Korut menembakkan rudal balistik jarak pendek pada 25 Juli, dan melakukan uji coba sistem peluncur roket multipel baru pada Rabu (31/7).
Di tengah kebuntuan dalam negosiasi nuklir dengan Amerika Serikat (AS), Korut secara signifikan memperlambat kegiatan diplomatik dengan Korsel, sementara menuntut Seoul agar berpaling dari Washington, dan melanjutkan proyek-proyek ekonomi bersama yang telah ditahan oleh sanksi yang dipimpin AS.
Peluncuran baru Korut datang saat Inggris, Prancis dan Jerman mengikuti briefing Dewan Keamanan PBB mengutuk kegiatan balistik Korut baru-baru ini, sebagai pelanggaran sanksi PBB. Mereka mendesak Pyongyang terlibat dalam negosiasi dengan AS untuk menghapuskan senjata nuklirnya.
Ketiga negara juga mendesak Korut untuk mengambil langkah konkret menuju denuklirisasi yang lengkap, dapat diverifikasi, dan tidak dapat dibalikkan. Disebutkan sanksi internasional harus tetap diberlakukan sepenuhnya sampai program nuklir, dan rudal balistiknya dibongkar.
Demonstrasi senjata Korut baru-baru ini telah mengurangi optimisme pembicaraan, setelah ada pertemuan dadakan Presiden AS, Donald Trump dengan pemimpin Korut, Kim Jong-un pada 30 Juni di perbatasan antar-Korea. Para pemimpin sepakat untuk melanjutkan pembicaraan nuklir yang terhenti sejak Februari, namun belum ada pertemuan yang diketahui antara kedua pihak sejak saat itu.
Sementara itu, Trump mengatakan pada Kamis bahwa ia tidak khawatir tentang senjata yang baru-baru ini diuji oleh Korut. Ia menyebutnya sebagai rudal jarak pendek yang begitu standar.