REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nelayan pesisir di Kampung Marunda Kepu, Jakarta Utara, merasa khawatir apabila tumpahan minyak masuk Teluk Jakarta. "Arah angin saat ini tidak menentu. Sekarang arah angin dari timur-tenggara, kalau misalnya bergerak dari utara, bisa jadi masuk ke sini, kan minyak bisa terbawa karena angin," kata nelayan udang Subur Haryanto, di Jakarta Utara, Jumat (2/8).
Nelayan di Kampung Marunda Kepu RT 08/RW 07 itu mengharapkan pihak terkait segera mengatasi solusi tumpahan minyak agar tidak meluas. Subur merupakan nelayan pesisir atau pinggir yang beroperasi dari kawasan Kanal Banjir Timur hingga sekitar tiga kilometer dari Kampung Marunda Kepu.
Saat ini, kata dia, kawasan perairan pesisir Marunda masih belum ditemukan adanya tumpahan minyak. Ia memperkirakan arah angin dari timur membawa tumpahan minyak ke arah barat sehingga sisa tumpahan minyak ditemukan di beberapa pulau di kawasan Pulau Seribu.
Sedangkan nelayan pesisir di Marunda Kepu berada di teluk Jakarta sehingga tumpahan minyak masih terhalang oleh Muara Bendera dan belum mengarah ke kawasan tersebut. Senada dengan Subur, nelayan pesisir lain yakni Rahman untuk sementara ini juga belum melihat tumpahan minyak.
"Kalau saya nelayan pesisir belum tahu ada minyak atau tidak. Kalau tumpahan minyak di tengah (laut) mungkin banyak ikan mati," katanya.
Ia mengharapkan lingkungan laut kembali bersih dan bebas dari tumpahan minyak termasuk limbah, agar nelayan bisa tetap melaut. Bupati Kepulauan Seribu Husein Murad sebelumnya mengonfirmasi beberapa pulau antara lain Pulau Rambut, Pulau Untung Jawa, dan Pulau Ayer terdampak tumpahan minyak mentah.
Adapun bentuknya berupa gumpalan kecil berwarna hitam seperti aspal padat. Pantauan cuaca di laman Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan arah angin khususnya di wilayah Jakarta Utara pada Jumat siang diperkirakan berubah-ubah.
Suasana tumpahan minyak mentah di pesisir Pantai Cemarajaya, Karawang, Jawa Barat, Kamis (1/8).
Sedangkan pada malam hari, arah angin bergerak dari utara-timur laut dengan perkiraan kecepatan 9 kilometer per jam dan pada dini hari, dari timur-timur laut juga dengan perkiraan 9 kilometer per jam.
Sebelumnya, kebocoran minyak dan gas terjadi di pesisir utara Jawa Barat, Jumat (12/7) di sekitar anjungan lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Insiden bermula saat dilakukan pengeboran sumur reaktivasi YYA-1.
PT Pertamina (Persero) mengklaim volume tumpahan minyak tinggal 10 persen dibandingkan volume awal tumpahan minyak yang ditaksir mencapai 3.000 barel per hari.
“Hingga hari ini dampaknya sudah semakin mengecil. Kalau dilihat dari tumpahan minyak sudah tinggal 10 persen dari pertama kali terjadi. Kami terus lakukan penanganan,” kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam jumpa pers di Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta, Kamis.
Nicke menjelaskan berkomitmen penuh melakukan penanganan dengan sebaik-baiknya. Semua upaya terbaik terus dikerahkan untuk menahan tumpahan minyak agar tidak sampai ke darat.
“Bahkan kami menggunakan tujuh lapis proteksi supaya dampak terhadap masyarakat dan lingkungan bisa kita minimalkan,” katanya.
Nicke mengatakan Pertamina telah mengerahkan 27 kapal dan 800 orang demi mengatasi insiden tersebut.