Jumat 02 Aug 2019 15:32 WIB

Satgas Hentikan 177 Entitas Investasi Ilegal

Nasabah perlu memperhatikan penawaran yang diberikan entitas sebelum berinvestasi.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) menggelar konferensi pers Peredaran Fintech Ilegal di Ruang Humas Mabes Polri, Jakarta, Jumat (2/8)
Foto: Republika/Novita Intan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) menggelar konferensi pers Peredaran Fintech Ilegal di Ruang Humas Mabes Polri, Jakarta, Jumat (2/8)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas Waspada Investasi kembali menghentikan 14 entitas investasi ilegal atau investasi bodong pada Agustus 2019. Secara keseluruhan sepanjang tahun ini investasi ilegal telah mencapai 177 entitas.

Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan jumlah tersebut mencakup kegiatan 117 trading forex tanpa izin dan 13 Multi Level Marketing tanpa izin. Satgas juga menghentikan kegiatan 11 investasi uang, lima investasi cryptocurrency dan 31 investasi lainnya.

Baca Juga

“Literasi masyarakat penting. Kami selalu katakan di satu sisi perkembangan teknologi yang memungkinkan orang buat aplikasi, namun bagaimana masyarakat jadi harus lebih cerdas,” ujarnya saat acara Satgas Waspada Investasi bersama Bareskrim Polri di Ruang Humas Mabes Polri, Jakarta, Jumat (2/8).

Menurutnya ada bebeapa hal yang harus diperhatikan agar seseorang tak mudah tergiur tawaran investasi bodong. Menurutnya, seseorang harus yakin kalau perusahaan tersebut legal.

"Kenali dulu dua L, yakni logis dan legal. Kalau ada penawaran trading forex (foreign exchange), tanyakan dulu izinnya dari Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi), kalau tidak ada izin jangan diikuti tentunya," jelasnya.

Kemudian perlu diperhatikan pula tawaran yang diberikan oleh penyedia jasa investasi tersebut. Jika tawaran yang diberikan tidak logis, bisa dipastikan platform investasi tersebut memiliki modus penipuan atau bodong.

"Kemudian dari sisi bunga, rata-rata berikan penawaran tinggi satu persen per hari paling minimal, dari sisi itu saja kita harus berfikir," ucapnya.

Tongam menjelaskan secara umum fintech ilegal memberikan persyaratan yang mudah untuk pinjaman uang kepada nasabah, yaitu foto dan KTP. Namun, ada juga permintaan akses kontak nasabah yang bisa dimanfaatkan untuk meneror korban, serta penggunaan data secara ilegal.

Satgas Waspada Investasi juga memberikan tips untuk sebagai tindakan preventif agar masyarakat tak terjebak pinjaman fintech ilegal. Pertama, pastikan fintech yang akan digunakan terdaftar di OJK. Kemudian, pastikan pinjaman sesuai kebutuhan dan kemampuan bayar serta jangan buat pinjaman baru untuk menutup pinjaman lama.

Menurutnya pinjaman online yang resmi dibatasi dalam penagihan denda maksimum hanya 100 persen dari utang pokok dalam 90 hari dan bunga maksimum sebesar 0,8 persen per hari. Dia juga mengungkapkan fintech legal hanya boleh membuka akses lokasi, suara dan kamera, bukan daftar kontak nasabah.

Sedangkan fintech ilegal ada yang memotong pinjaman hingga 40 persen. Artinya jika nasabah yang pinjam Rp 1 juta bisa dapat hanya Rp 600 ribu. 

Selain itu denda yang tak terbatas dan bunga tinggi juga jadi masalah yang kerap muncul dalam kasus fintech ilegal. "Kami harap masyarakat agar tidak mengakses fintech ilegal karena sangat merugikan," ucapnya.

Tongam pun mengimbau kepada masyarakat sebelum melakukan investasi bisa memahami hal-hal penting. Salah satunya memastikan pihak yang menawarkan investasi tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan.

“Masyarakat juga perlu memastikan pihak yang menawarkan produk investasi, memiliki izin dalam menawarkan produk investasi atau tercatat sebagai mitra pemasar,” ungkapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement