REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Memasuki awal Agustus, harga garam di tingkat petambak di wilayah Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat, makin terjun bebas. Ketua Asosiasi Petani Garam (Apgasi) Jawa Barat, M Taufik, menyebutkan, harga garam kualitas tiga di tingkat petambak saat ini rata-rata hanya Rp 250 per kilogram (kg), sementara garam kualitas satu antara Rp 300 sampai Rp 350 per kg.
"Tapi itu pun kalau laku. Kenyataannya sekarang masih menumpuk, belum laku," kata Taufik kepada Republika.co.id, Jumat (2/7).
Menurut Taufik, pada 6 Agustus, akan dibuat memorandum of understanding (MoU) antara petambak garam dengan Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI). Dalam MoU yang akan dilakukan di Kemenperin Jakarta itu, pihak AIPGI akan menyerap garam petambak.
Setelah MoU ditandatangani, menurut Taufik, AIPGI akan langsung bergerak melakukan penyerapan garam petambak. Namun, dia mengungkapkan, garam yang rencananya akan diserap adalah garam kualitas satu.
"Mereka tentu inginnya menyerap garam yang bisa mereka gunakan," kata Taufik.
Taufik menilai, penyerapan garam oleh AIPGI tersebut akan meningkatkan harga jual garam di tingkat petambak. Dia berharap harga garam kualitas satu di tingkat petambak minimal mencapai Rp 1.000 per kg.
"Petambak yang tidak mau berubah dan tetap mempertahankan produksi garam kualitas tiga, ya memang akan ketinggalan," kata Taufik.
Untuk itu, Taufik berharap para petambak bersedia merubah pola produksi guna meningkatkan kualitas produksi garam mereka menjadi garam kualitas satu. Caranya, dengan menerapkan teknologi geo membran. Dengan teknologi tersebut, garam yang dihasilkan akan meningkat, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Taufik mengatakan, khusus di wilayah Indramayu dan Cirebon, petambak yang menghasilkan garam kualitas satu lebih banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu. Sedangkan di Kabupaten Cirebon, petambak yang menghasilkan garam kualitas satu baru sekitar 40 persen dari luas lahan kurang lebih 1.800 hektare.
Petani memanen garam di Losarang Indramayu, Jawa Barat, Kamis (1/8/2019).
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Bidang Perikanan Budaya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu Edi Umaedi menyatakan, pihaknya selama ini terus menyalurkan bantuan demi bantuan kepada petambak dengan tujuan meningkatkan kualitas produksi garam. Hasilnya, kuantitas dan kualitas garam petambak di Indramayu mengalami peningkatan signifikan.
"Beberapa tahun lalu, untuk sekali masa produksi, hanya menghasilkan sekitar 60 ton per hektare, namun kini bisa mencapai 117 ton per hektare," jelas Edi.
Tak hanya dari segi kuantitas, Edi mengatakan, kualitas garam yang diproduksi sejumlah petambak di Indramayu bahkan sudah bisa menyaingi garam impor. Karenanya, garam tersebut sudah bisa diserap untuk keperluan industri.
Edi berharap, para petambak tetap menjaga kualitas garam produksinya. Dia pun meminta agar koperasi garam kompak bersatu agar harga garam mereka bisa terus bagus, minimal bisa di angka Rp 1.000 per kg.
"Harga segitu sudah bagus," kata Edi.
Puluhan ribu ton garam milik petani di Kabupaten Indramayu dan Cirebon masih menumpuk karena tak laku terjual. Garam yang menumpuk di gudang tersebut merupakan sisa produksi garam pada 2018.
Tumpukan garam itu terus bertambah dengan adanya produksi garam 2019 yang saat ini sedang memasuki masa panen. Kebijakan impor garam yang tanpa pengawasan ketat dituding sebagai penyebab tak lakunya garam lokal tersebut.