Sabtu 03 Aug 2019 04:04 WIB

Keringnya Sumur Zamzam dan Nazar Kakek Rasulullah SAW

Air zamzam berasal dari sumur zam zam di Makkah yang airnya tak pernah kering.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Agung Sasongko
Air Zamzam
Air Zamzam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Air zamzam tentu tak asing lagi bagi umat Islam. Air itu selalu dibawa para jamaah haji sepulang dari Tanah Suci, agar keluarga, teman, hingga tetangganya bisa turut merasakannya. Air yang disebut pula air dari surga tersebut diyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Bahkan, dapat menghilangkan jerawat sekaligus mencerahkan bila diusap ke wajah.

Air zamzam berasal dari sumur zam zam di Makkah yang airnya tak pernah kering sepanjang tahun. Sejarah air zamzam bermula dari kegelisahan Siti Hajar bersama putranya Ismail, yang ditinggal Nabi Ibrahim AS di sebuah padang tandus. Bukan tanpa alasan, Nabi Ibrahim meninggalkan istri serta putra yang dicintainya karena perintah Allah SWT. Maka, meski berat, ia tetap melakukannya.

Saat langkah kakinya makin jauh sampai tak terlihat lagi anak istrinya, Sang Nabi memalingkan wajah ke Baitullah seraya berdoa. Doa tersebut diabadikan dalam Alquran surah Ibrahim ayat 37. "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezeki mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."

Allah kemudian mengabulkan doa Nabi Ibrahim. Saat perbekalan Siti Hajar dan Ismail habis, Allah beri keduanya rezeki tak terhingga. Ismail yang terus menangis karena kelaparan menghentak-hentakkan kakinya ke tanah, lalu keluarlah air melimpah. "Zamzam (berkumpullah)," kata Siti Hajar.

Munculnya air tersebut memicu datangnya rombongan burung serta para kafilah yang tengah mencari air juga. Hanya, setelah sekian ribu tahun, sumur itu tertutup hingga tak terlihat sebab tak ada yang merawatnya.

Kakek Nabi Muhammad SAW, Abdul Muthalib, lalu bernazar untuk menggalinya kembali jika dirinya mempunyai banyak anak dan akan mengurbankan salah satunya. Doanya pun Allah kabulkan. Dia dikaruniai 10 anak.

Abdul Muthalib pun berniat melakukan nazarnya, tapi ia ragu siapa yang dijadikannya kurban. Maka untuk menentukannya, Abdul Muthalib melakukan pengundian, kemudian muncul nama ayah Rasulullah, yakni Abdullah.

Hasil undian justru membuat Abdul Muthalib makin ragu sebab dia sangat menyayangi putra bungsunya tersebut. Berkali-kali mengundi, tetap nama Abdullah yang muncul. Sampai akhirnya ada yang mengusulkan agar nama Abdullah diundi dengan unta.

Hanya, tetap saja nama Abdullah yang muncul. Abdul Muthalib lalu menambah jumlah unta yang akan dikurbankan menjadi 100 ekor, setelah itu barulah muncul nama unta. Selanjutnya, Abdul Muthalib menggali sumur zamzam. Berkat itu, air zamzam bisa dinikmati umat Islam di seluruh dunia sampai sekarang.

Dalam riwayat lain, ada yang mengatakan, Abdul Muthalib menggali sumur zamzam karena sebuah mimpi. Dalam mimpi tersebut, ada yang menyuruhnya menggali sumur zamzam. "Galilah thibah!" Abdul Muthalib lalu bertanya, "Apa thibah itu?" Suara perintah itu menjawab, "Galilah zamzam!"

Beliau bertanya lagi, "Apa itu zamzam?" Suara itu kembali terdengar, "Tidak akan berhenti selamanya dan tidak akan terputus untuk memberi penghidupan jamaah haji yang mulia." Diceritakan, saat hendak menggali, sumber air zamzam tersebut terlihat sangat kering seolah tak akan ada air yang keluar. Meski begitu, penggalian terus dilakukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement