REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berniat merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan amnesti hukum kepada Baiq Nuril, seorang guru dari Lombok, NTB yang terjerat beleid ini. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebutkan, kajian terhadap revisi UU ITE akan dilakukan bersama dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
Bila betul dilakukan, revisi terhadap UU ITE ini menjadi yang kedua kali setelah revisi pertama disahkan oleh DPR menjadi UU Nomor 19 Tahun 2018. UU ITE pertama kali disahkan di periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2008 silam.
"Ini kalau kita revisi lagi, kali kedua kita revisi. Memang setelah kita lihat pasti ada lah yang harus kita sempurnakan, tapi bukan berarti menghilangkan, karena kalau kita hilangkan itu juga persoalannya bisa gubrak juga nanti," jelas Yasonna di kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (2/8).
Revisi yang akan dilakukan, ujar Yasonna, akan menggali poin-poin yang berkaitan dengan kasus kekerasan yang dialami oleh Bair Nuril. Meski begitu, Yasonna menegaskan bahwa UU ITE tetap akan dijadikan pedoman untuk mengatur masyarakat dalam bermedia sosial.