REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTAv-- Politikus PDIP, Aria Bima, membantah pernyataan Presiden PKS, Muhammad Sohibul Iman soal ajakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bergabung dalam koalisi. Menurut dia, ajakan bergabung bermakna sama-sama membangun masyarakat dari sisi yang berbeda.
Aria menuturkan, dalam kontestasi pemilu, ada pihak yang menang dan kalah. Meski demikian bukan berarti kedua pihak tidak bisa sama-sama bergerak maju.
"Mungkin, maksud Pak Jokowi ya sudah di dalam kontestasi, capres-cawapres yang diusung PKS kalah. Namun, dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, kita bisa bersama-sama," ujar Aria kepada wartawan usai mengisi diskusi di Kebayoran Baru, Jakarta Pusat, Jumat (2/8).
Sehingga, pihak yang menang otomatis ada di dalam pemerintahan. Sebaliknya, pihak yang kalah bisa berada di luar pemerintahan sebagai oposisi.
Menurut Aria, berada di dalam atau di luar pemerintahan sama-sama bisa bermanfaat untuk masyarakat. Dirinya menegaskan tidak usah ada saling klaim pihak mana yang paling hebat dan paling penting.
"Saya tidak mengerti apa betul atau tidak yang disampaikan Pak Sohibul itu. Tapi mungkin lebih kepada bukan bergabung ke koalisi kabinet, melainkan lawan dalam tatanan demokrasi. Jadi Pak Jokowi mengajak, bahwa kita ini merupakan bagian yang harus bersama-sama di dalam memperjuangkan kepentingan rakyat," tambah Aria.
Sebelumnya, Muhammad Sohibul Iman, mengungkapkan Presiden Joko Widodo sebelumnya pernah mengajak PKS untuk bergabung pada koalisi. Namun, ajakan ini ditolak dengan beberapa masukan.
"Saya beri masukan demi menjaga demokrasi, lebih baik kita menjadi oposisi dan justru titik kritisnya itu sendiriannya itu. Menurut saya heroisme itu ada kalau kita sendirian," ujarnya.
PKS tidak mempermasalahkan jika akhirnya Partai Gerindra bergabung ke koalisi. Kendati begitu, Sohibul tetap yakin Prabowo akan tetap bersama PKS di luar koalisi.
"Yang perlu dipahami, Pak Prabowo (Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, red) pun belum final dan 'feeling' saya sebagai sahabat yang sudah lama, saya kok tetap merasa Pak Prabowo tetap bersama PKS di luar koalisi," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Sohibul menyebut bahwa politik di Indonesia itu unik karena kondisi politik di tingkat nasional itu berbeda dengan yang di tingkat bawah. Selain itu, pola koalisi partai politik Indonesia bersifat acak atau tidak mengikuti pola diatasnya.
"Akibatnya, PKS bisa (berkoalisi) dengan PDIP, bisa dengan Nasdem dan ini bisa merelaksasi. Kalau di atas begitu tegang, di bawah justru rileks," katanya