Sabtu 03 Aug 2019 06:12 WIB

Cara Pesantren Mansyaul Mubtadiin Cetak Santri Jadi Mubaligh

Pesantren ini mempunyai program Ceramah Ashar,

Rep: Andrian Saputra/ Red: Agung Sasongko
Santri pondok pesantren (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Santri pondok pesantren (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  KUNINGAN --- Pondok Pesantren Mansyaul Mubtadiin punya metode tersendiri untuk mencetak santri-santrinya sebagai mubaligh yang pandai dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Pesantren ini mempunyai program Ceramah Ashar, dimana santri setiap harinya selepas shalat Ashar akan bergantian untuk memberikan ceramah yang didengarkan oleh santri lainnya. Untuk materi ceramah, pengasuh pesantren pun mewajibkan setiap santri membuat sendiri materi yang akan disampaikan.

“Setiap Ashar itu pasti ada ceramah dari santri bergilir, temanya bebas bagaimana mereka yang mencari. Tapi kalau santri baru mengikuti dulu tiga bulan baru selanjutnya diwajibkan,” kata Pengasuh Pesantren Mansyaul Mubtadiin, Kiai Didin Majdudin saat berbincang dengan Republika,co.id pada Jum'at (2/8).

Menurut Kiai Didin program itu telah ada sejak pesantren dipimpinan KH Muhammad Amsor yang sekaligus pendiri pesantren pada 1972. Menurut Kiai Didin program itu bermanfaat bagi santri sehingga akan terbiasa dalam berdakwah secara lisan jika telah lulus dari pesantren.

Hasilnya para lulusan pesantren Mansyaul Mubtadiin kerap diminta oleh masyarakat untuk menjadi pengajar terutama di desa-desa yang belum terdapat tokoh agama.

“Sering alumni yang lulus dari sini itu langsung diminta warga, dibuatkanlah seperti madrasah untuk mengisi pengajian, mengajar,” katanya.

Disamping itu, Pesantren Mansyaul Mubtadiin juga menekankan pada para santrinya agar dapat menguasai berbagai literatur keislaman mulai dari kitab fiqih, tauhid, hadits, dan tafsir.

Menurut Kiai Didin, santri yang mengaji di pesantren Mansyaul Mubtadiin baru boleh keluar atau dinyatakan lulus apabila telah mahir dalam membaca dan memahami kitab-kitab yang telah diajarkan. Sebab itu saban harinya, santri ditekankan untuk mengikuti metode sorogan kepada para santri senior agar lebih matang dalam membaca kitab. Saat ini jumlah Santri yang mengaji di ponpes Mansyaul Mubtadiin berjumlah 120 santri.

Pesantren ini didirikan oleh KH Muhammad Amsor pada 1972, mulanya pesantren hanya memiliki satu bangunan untuk pondok santri putra. Pesantren yang berlokasi di Winduhaji, Kuningan itu terus mengalami perkembangan. Santri putri yang mulanya menginap di rumah pengasuh pesantren kini telah tinggal di pondok putri Mansyaul Mubtadiin. Setelah KH Muhammad Amsor wafat pada 23 Muharram 1430 H atau 20 Januari 2009 pesantren Mansyaul Mubtadiin dipimpin oleh putranya yakni KH Iwan Ridwan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement