Sabtu 03 Aug 2019 11:12 WIB

Pemerintah Kaji Revisi UU ITE

Namun revisi terhadap aturan ini belum bisa dilakukan dalam waktu dekat.

Penerima amnesti dari presiden, Baiq Nuril Maknun membawa salinan petikan keppres amnesti usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (2/8/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Penerima amnesti dari presiden, Baiq Nuril Maknun membawa salinan petikan keppres amnesti usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (2/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berniat merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan amnesti hukum kepada seorang guru dari Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, kajian terhadap revisi UU ITE akan dilakukan bersama dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara.

"Memang setelah kita lihat, pasti ada lah yang harus kita sempurnakan, tapi bukan berarti menghilangkan. Karena kalau kita hilangkan, itu persoalannya bisa gubrak juga nanti," ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (2/8).

Jika terealisasi, revisi terhadap UU ITE ini akan menjadi yang kedua kali setelah revisi pertama disahkan oleh DPR menjadi UU Nomor 19 Tahun 2018. UU ITE pertama kali disahkan dalam era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2008 silam.

Revisi yang akan dilakukan, kata Yasonna, akan menggali poin-poin yang berkaitan dengan kasus kekerasan yang dialami oleh Baiq Nuril. Kendati demikian, Yasonna mengatakan, UU ITE tetap akan dijadikan pedoman untuk mengatur masyarakat dalam bermedia sosial.

"Semua orang bisa pasar bebas melakukan apa saja sesukanya di media sosial. Apalagi, perkembangan terakhir kita lihat media sosial dengan mudah digunakan untuk merusak karakter orang lain maupun hoaks," kata dia.

Kendati demikian, Yasonna mengaku revisi terhadap aturan ini belum bisa dilakukan dalam waktu dekat. Butuh koordinasi lebih matang dengan Kemenkominfo terkait hal ini.

Tak hanya itu, kata dia, pemerintah perlu menyiapkan naskah akademik sebelum nanti dibawa ke DPR. "Nanti saya akan perintahkan kepala BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) untuk mulai mengkajinya," ujar dia.

Pada Jumat (2/8) sore, Presiden Jokowi menerima Baiq Nuril di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat. Dalam pertemuan ini, Presiden menyerahkan salinan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2019 tentang pemberian amnesti untuk mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram tersebut yang divonis bersalah berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) dalam perkara pelanggaran UU ITE.

Kasus ini bermula saat Baiq Nuril bertugas di SMAN 7 Mataram dan kerap mendapatkan perlakuan pelecehan dari kepala sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim. Muslim sering menghubunginya dan meminta Nuril mendengarkan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya sendiri.

Baiq Nuril yang merasa tidak nyaman dan demi membuktikan tidak terlibat hubungan gelap, ia merekam pembicaraannya. Karena perekaman itu, Muslim melaporkannya ke penegak hukum dan kasusnya berbuntut sampai tingkat kasasi di MA.

Di Istana Kepresidenan, Bogor, tersebut, Nuril menyampaikan secara pribadi ucapan terima kasihnya kepada Presiden Jokowi. Dia berkeinginan memberikan pendampingan kepada para perempuan lain yang menjadi korban pelecehan seksual seperti yang Mungkin seharusnya ada di setiap daerah.

"Malah, saya ingin buka konsultasi di rumah, mungkin pengaduan, mungkin siapa yang ingin (melapor) kalau terjadi (pelecehan), mudah-mudahan tidak terjadi kepada perempuan di manapun, cukup saya saja," ujar dia. (sapto andika candra/antara, ed:mas alamil huda)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement