Ahad 04 Aug 2019 00:43 WIB

Layanan Dokter Keluarga Perlu Diperkuat, Ini Alasannya

Tindakan preventif dokter keluarga bisa menciptakan lingkungan masyarakat sehat

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Dokter yang sedang memeriksa Anak di Rumah Sakit (ilustrasi).
Foto: Republika/Musiron
Dokter yang sedang memeriksa Anak di Rumah Sakit (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pakar Kedokteran Keluarga FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyudi Istiono menilai, dokter keluarga perlu diperkuat di Indonesia. Terlebih, banyak pasien yang belum disiplin berobat.

Ia mengatakan, dokter keluarga tidak cuma diperlukan untuk melayani pengobatan bagi anggota keluarga. Namun, bisa melakukan tindakan preventif untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang sehat.

Bahkan, dapat menurunkan jumlah kasus penyakt tertentu. Maka itu, ia merasa metode layanan kesehatan dokter keluarga perlu diperkuat demi mencegah anggota keluarga menderita jenis penyakit yang sama.

"Prinsip kedokteran keluarga itu menangani banyak kasus penyakit agar bisa dicegah, jika ada kasus DM (Diabetel mellitus) jangan sampai ada DM lagi di keluarga itu," kata Wahyudi pekan ini. Hal itu diungkapkan saat menjadi pembicara bedah buku 'Mewujudkan Keluarga Sehat dengan Dokter Layanan Primer.' 

Wahyudi berpendapat, semua penyakit bisa dicegah sejak dini agar tidak terkena stadium lanjut. Namun, konsep layanan kesehatan prevetif saat ini belum gencar dilaksanakan. 

Selain itu, metode pengembangan layanan kesehatan preventif dirasa perlu diperbaiki. Pasalnya, layanan kesehatan preventif masih kurang dikenalkan dan metodenya belum banyak dikembangkan.

Untuk itu, ia menekankan, layanan dokter keluarga sangat perlu dimaksimalkan. Tujuannya, \meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan menurunkan tingkat insidensi penyakit dalam keluarga. 

"Sebab, anggota keluarga yang sehat dan sakit itu bisa berkonsultasi dengan dokter keluarga," ujar Wahyudi.

Pada kesempatan itu, Kepala Puskesmas Nglipar I Gunungkidul, Diah Prasetyorini, menyampaikan pengalamannya memberi layanan kesehatan di desa. Ia merasa, umumnya pasien yang datang bersifat kuratif.

Ia melihat, jumlah pasien yang datang ke puskesmas justru meningkat drastis semenjak adanya program BPJS. Sayangnya, jumlah dokter selama ini hanya dua orang perpuskesmas.

Berdasarkan pengalamannya, ia menilai kesadaran masyarakat berobat secara tarur masih sangat kurang. Dari 12 indikator keluarga sehat, persoalan yang sering ditemui di lapangan berupa masih relatif sama.

Mulai anggota keluarga yang merokok, menderita hipertensi tapi tidak berobat teratur, dan keikutsertaan mereka dalam program KB masih rendah. Ia turut merasa paradigma masyarakat harus dirubah.

Artinya, masyarakat harus memahami yang berkunjung ke puskesmas bukan pasien yang sakit saja. Sebab, mereka yang sehat seharusnya rutin memeriksakan kesehatan.

"Kita bisa bayangkan di lapangan banyak yang tidak berobat secara teratur, sementara di era BPJS, pemberian layanan dan kebijakannya bisa berubah sewaktu-waktu," kata Wahyudi. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement