Ahad 04 Aug 2019 14:46 WIB

Pakar Geologi Nilai Erupsi Tangkuban Parahu tak Membahayakan

Diprediksi erupsi Tangkuban Parahu tak akan sampai level lebih tinggi.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu, Sabtu (3/8).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu, Sabtu (3/8).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Beberapa pekan terkhir ini, Gunung Tangkuban Parahu mengalami erupsi. Namun, Pakar Geologi, Surono, menilai erupsi yang terjadi di Gunung Tangkuban Parahu belum membahayakan masyarakat sekitar. 

"Kalau prediksi saya, erupsi ini pun tidak akan sampai ke level lebih tinggi," mantan Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Surono yang akrab disapa Mbah Rono dalam diskusi 'Ngobrol Serius Kebencanaan' di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, akhir pekan ini.

Baca Juga

Mbah Roni menjelaskan, sejak memasuk abad ke-19 erupsi yang terjadi di gunung Tangkuban Parahu tidak pernah benar-benar besar. Walaupun masuk dalam kategori gunung berapi aktif, tapi erupsi yang ada hanya masuk kategori freatik bukan magmatik.

"Saya pikir tidak membahayakan letusan seperti ini. Pada 2013 juga letusannya masih sama," katanya.

Mbah Rono mengatakan, hal yang berbahaya di tempat wisata Tangkuban Parahu adalah mitigasi kebencanaan yang diberikan pengelola kepada masyarakat sekitar maupun wisatawan yang datang ke sana. Karena, selama ini kurangnya mitigasi membuat warga sering panik ketika berada dekat dengan bencana.

Mbah Rono mencontihkan, saat erupsi freatik kemarin di Tangkuban Parahu, wisatawan atau masyarakat yang ada berhamburan ke luar pintu kawasan menggunakan kendaraan roda dua dan empat. Mereka, memacu kendaraan sekencang mungkin agar  bisa terhindar abu vulkanik.

"Jadi yang dikhawatirkan pada saat letusan mereka lari menggunakan mesin, kemudian menambrak orang lain. Itu yang membuat ada korban dalam bencana," kata Mbah Rono.

Padahal, kata dia, ketika masyarakat sekitar sudah paham akan mitigasi bencana dan kondisi sekitar maka mereka bisa mengarahkan wisatawan yang ada untuk melakukan atau berjalan ke arah mana untuk meminimalisir dampak bencana.

Namun, kata dia, selama ini mitigasi kebencanaan tidak marak dilakukan di tempat yang memang diprediksi bisa menimbulkan bencana baik sekitar gunung berapi, longsor, hingga pantai. Pemerintah daerah setempat atau pengelola kawasan yang dijadikan daerah pariwisata enggan menghamburkan uang untuk memberikan pembelajaran kepada masyarakat.

Selama ini, kata dia, di daerah kawasan bencana mayoritas mengandalkan rambu-rambu yang dipasang guna memberitahun masyarakat ke mana mereka harus berlari untuk menghindari bencana. Padahal mitigasi kebencanaan lebih dari sekadar papan peringatan.

"Kita belum ke arah sana karena masih dianggap cost-nya terlalu mahal," katanya.

Padahal, kata dia, dengan pembelajaran mitigasi bencana masyarakat di sekitar Tangkuban Parahu, bisa tahu harus membangun bangunan di mana dan seperti apa. Kemudian, ketika terjadi bencana apa yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan diri.

Terkait erupsi di kawah Gunung Tangkuban Parahu, Mbah Rono mengimbau pihak pengelola bisa menyampaikan kondisi terbaru daerah tersebut. Jangan sampai, pengelola memberikan informasi yang salah.

Dengan data terbaru, kata dia, maka masyarakat maupun wisatawan yang datang ke sana bisa menyiapkan antisipasi jikalau terjadi bencana. "Jadi pengelola harus jujur bagaimana kondisi sekarang supaya masyarakat bisa lebih waspada," katanya.

Saat ini, Kawah Ratu di Gunung Tangkuban Parahu dengan tempat pengunjung cukup dekat. Oleh karena itu, Mbah Rono pun mengimbau agar pengelola bisa memberikan data teraktual atas situasi kawah.

"Kalau kondisi normal boleh lah dekat-dekat. Dan anjurkan wisatawan kalau sudah matahari tenggelam itu tidak di daerah gunung berapi," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement