Ahad 04 Aug 2019 15:21 WIB

Mundur dari Perjanjian Nuklir, AS Kembangkan Rudal Balistik

Amerika Serikat menuding runtuhnya perjanjian nuklir menjadi tanggung jawab Rusia.

Rep: Kamran Dikarma, Rossi Handayani/ Red: Elba Damhuri
Rekam jejak kesepakatan nuklir 2018.
Foto: Republika
Rekam jejak kesepakatan nuklir 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) sedang mengembangkan rudal balistik jenis baru yang dilarang di bawah Intermediate-range Nuclear Forces (INF). Pengembangan itu dilakukan dengan alasan Washington telah memutuskan resmi hengkang dari perjanjian tersebut.

Menurut rencana, AS akan menempatkan rudal jarak menengahnya di Asia dan diharapkan dapat direalisasikan dalam beberapa bulan. “Ya, saya ingin, tapi hal ini cenderung memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan,” kata Menteri Pertahanan AS Mark Esper saat ditanya apakah dia mempertimbangkan menempatkan rudal jarak menengah di Asia, Sabtu (3/8).

Esper belum memberi tahu di mana rudal-rudal itu akan ditempatkan di Asia. Dia hanya menyatakan akan melakukan pertemuan dengan para pemimpin di Asia selama melakukan kunjungan ke sana.

Program itu dilakukan setelah AS resmi mundur dari INF. “Sekarang setelah kami mundur, Departemen Pertahanan akan sepenuhnya mengejar pengembangan rudal konvensional yang diluncurkan di darat ini sebagai respons yang bijaksana terhadap tindakan Rusia dan sebagai bagian dari portofolio opsi serangan konvensional yang lebih luas dari pasukan gabungan,” kata dia.

Keputusan AS mundur dari INF, menurut dia, tepat. Sebab Washington tetap tidak akan menjadi pihak dalam perjanjian itu, sementara Rusia melakukan pelanggaran yang disengaja. “Departemen Pertahanan akan bekerja sama dengan sekutu saat bergerak maju dalam menerapkan strategi pertahanan nasional, melindungi pertahanan nasional, dan membangun kapasitas mitra.”

Komentar Esper kemungkinan akan meningkatkan kekhawatiran tentang perlombaan senjata baru seperti era Perang Dingin. Hal itu juga dinilai akan menambah ketegangan hubungan antara AS dan Cina.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo telah mengumumkan penarikan negaranya dari INF. Dia mengatakan, runtuhnya perjanjian tersebut adalah tanggung jawab penuh Rusia.

Pompeo mengatakan, Rusia mengembangkan sistem rudal yang dilarang di bawah INF. Rudal tersebut pun merupakan ancaman langsung terhadap AS dan sekutunya. Menurut dia, Moskow memiliki waktu enam bulan untuk memperbaiki ketidakpatuhannya.

INF ditandatangani AS dan Uni Soviet pada 1987. Perjanjian tersebut melarang kedua belah pihak memproduksi atau memiliki rudal nuklir dengan daya jangkau 500 sampai 5.500 kilometer. Keputusan AS dan Rusia menangguhkan keterikatannya dalam INF telah memicu kekhawatiran dari negara-negara Eropa. Sebab selama ini INF telah dianggap sebagai fondasi keamanan di kawasan tersebut.

Sebelumya, Pemerintah Rusia, Jumat, mengumumkan bahwa kesepakatan INF resmi berakhir. \"Pada 2 Agustus 2019 kesepakatan (INF) antara Republik Sosialis Uni Soviet dan Amerika Serikat mengenai pembatasan rudal jarak menengah dan pendek, yang ditandatangani di Washington pada 8 Desember 1987, diakhiri atas inisiatif pihak AS,\" demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia yang dimuat laman //Sputnik//.

//Reuters// mengutip sejumlah sumber dalam pemerintahan Trump tanpa menyebutkan nama mereka. Menurut sumber-sumber tersebut, AS akan menggelar rudal konvensional jarak menengah dalam beberapa bulan mendatang. Sumber-sumber tersebut juga mengklaim bahwa Rusia lebih dahulu mengerahkan beberapa batalion rudal jelajah Rusia di seantero negeri. Hal itu dinilai melanggar INF.

Penempatan rudal jelajah itu juga dilakukan di Rusia bagian barat sehingga memiliki kemampuan untuk menyerang sasaran penting di Eropa. Rudal yang dimaksud adalah Novator 9M729 atau Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menyebutnya SSC-8. Rusia menyangkal tudingan itu dan balas menuding bahwa AS menciptakan alasan palsu agar bisa keluar dari INF.

Rudal Korut

Sementara, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, pada Jumat, berusaha tidak membesarkan masalah tiga uji coba rudal jarak pendek Korea Utara (Korut) belakangan ini. Menurutnya, Korut tidak melanggar perjanjian apapun dan Trump yakin pemimpin Korut Kim Jong-un tidak ingin mengecewakannya.

"Dia akan melakukan hal yang benar karena dia terlalu pintar untuk tidak melakukannya dan dia tidak ingin mengecewakan temannya, Presiden Trump!" cicit Trump melalui akun //Twitter//.

Pada Jumat, Korut menembakkan proyektil tak dikenal dua kali. Aktivitas pengujian rudal itu memberikan peningkatan tekanan pada Korsel dan AS atas negosiasi nuklir yang tak kunjung rampung. Korut juga telah menyatakan kekecewaan pada latihan militer AS-Korsel yang direncanakan tetap berlangsung.

Kepala Staf Gabungan (JCS) Seoul mengatakan, peluncuran dilakukan pada Jumat pukul 02.59 dan 03.23 waktu setempat dari daerah pantai timur. Namun, dia tidak segera mengonfirmasi berapa banyak proyektil yang ditembakkan atau seberapa jauh benda tersebut terbang.

Kantor Kepresidenan Korsel mengatakan, Kepala Penasihat Keamanan Nasional Chung Eui-yong mengadakan pertemuan darurat dengan para menteri pemerintah untuk membahas peluncuran terbaru Korut. Juru bicara Kementerian Unifikasi Korsel Kim Eun-han mengatakan, Pemerintah Seoul menyatakan penyesalannya atas peluncuran yang diyakini dapat memengaruhi upaya negatif untuk menstabilkan perdamaian di Semenanjung Korea.

(reuters ed: dewi mardiani)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement