REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menegur 55 perusahaan pemilik hak pengelolaan hutan dan lahan yang teridentifikasi memiliki lahan dengan titik panas (hotspot). Sepanjang dua bulan terakhir, Juni-Juli 2019, pemerintah sudah mengirim surat peringatan kepada 55 perusahaan tersebut. Angka tersebut disaring dari 115 perusahaan yang mendapat pengawasan khusus pasca-insiden kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2015 lalu.
Menteri Siti menyampaikan bahwa dari 55 perusahaan yang ditegur, sebanyak 26 di antaranya berada di Provinsi Riau. Menurutnya hal ini sejalan dengan tingginya jumlah titik panas di Riau selama dua pekan belakangan. Hingga Ahad (4/8) siang jumlah titik panas di Riau sebanyak 115 titik, menurun dibanding jumlahnya pada Sabtu (3/8) kemarin sebanyak 300 titik. Namun angka ini masih di atas 'batas aman' titik panas di Riau sebanyak 80 titik.
Siti menambahkan, 55 perusahaan yang ditegur mengolah lahan di atas beberapa jenis konsesi seperti Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), dan Hak Guna Usaha (HGU). Hotspot juga terpantau di lahan hutan yang sudah dilepas pemerintah menjadi perkebunan.
"Ini mengkhawatirkan buat saya sejak Rabu sebetulnya. Karena hotspot nasional sudah di atas 500. Kalau sudah 500, biasanya saya sudah khawatir. Kalu di Riau kalau sudah 80 hotspotnya saya khawatir," kata Siti di Istana Kepresidenan Bogor, Ahad (4/8).
Meski memberikan teguran, pemerintah belum bisa memastikan apakah seluruh 55 perusahaan tersebut melakukan kelalaian atau tidak. Siti menjelaskan, peringatan hanya diberikan bila memang secara berulang ditemukan hotspot hingga fire-spot di lahan-lahan yang dikelola oleh suatu perusahaan.
Siti sendiri melihat ada perusahaan yang memiliki respons baik dengan melakukan pemadaman api secara masif. Namun sayangnya, pemerintah masih mendeteksi adanya perusahaan yang lahannya secara berulang mengalami kebakaran.
"Saya lagi minta yang terus-terusan kejadian diintensifkan saja. Dan nanti harus dilihat apa yang sesungguhnya terjadi. Kalau perlu dibekukan izinnya," kata Siti.
Seluruh perusahaan yang diberi teguran diminta melakukan pemadaman secara aktif dan secara berkala melaporkan jumlah hotspot yang ada. Perusahaan juga diminta melakukan pembinaan kepada warga sekitar agar tidak melakukan pembakaran hutan dan lahan.
Selain langkah di atas, Siti juga menyebutkan bahwa pemerintah bekerja sama dengan berbagai instansi termasuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah daerah setempat melakukan pemadaman api dengan water bombing. Langkah ini akan terus dilakukan hingga titik panas diidentifikasi berkurang.
Sepanjang Januari-Juli 2019 ini, Kementerian LHK mencatat ada 2.070 titik panas di seluruh Indonesia. Angka ini naik nyaris dua kali lipat dibanding jumlah titik panas pada periode yang sama 2018 sebanyak 1.338 titik panas. Namun jumlah titik panas tahun ini masih di bawah jumlahnya pada 2015 lalu sebanyak 6.590 titik.