REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Kementerian Perdagangan masih membahas rencana penetapan harga acuan pembelian garam rakyat. Namun, sebelum harga acuan disusun, penggunaan garam lokal mesti diprioritaskan daripada menggunakan garam impor.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, KKP, Brahmantya Setyamurti Poerwadi, mengatakan, harga acuan tidak akan bermanfaat menjaga stabilitas harga garam jika stok impor masih membanjiri kebutuhan domestik.
"Dari sisi neraca garam, kalau garam di tangan para pembeli (industri) masih cukup (karena impor). Berapapun harga acuan garam lokal tidak akan dipakai. Siapa yang mau pakai acuan itu jadinya?" kata Brahmantya kepada Republika.co.id, Ahad (8/4).
Ia bersikukuh, garam lokal sudah dapat digunakan oleh sektor industri. Sebab, baik garam lokal maupun impor keduanya tetap harus melalui proses pengolahan industri untuk bisa mencapai standar kadar zat dalam kandungan garam.
Pihaknya pun meminta Kementerian Perindustrian untuk membuat kembali kesepakatan komitmen penyerapan garam lokal oleh industri dalam setahun ke depan. Hal itu sebagaimana dilakukan pada tahun lalu dimana sektor industri aneka pangan siap menyerap 1,12 juta ton garam untuk periode Juli 2018-Juni 2019.
"Saya minta komitmen ini diperbarui seharusnya. Semua ini hanya masalah keberpihakan saja terhadap garam lokal. Penyerapan garam lokal harus ditambah," tutur dia.
Brahmantya mengakui, harga garam lokal dibanding garam impor memang masih lebih mahal. Harga garam impor hanya Rp 800 per kilogram (kg) setelah sampai di Indonesia. Harga itu setara dengan biaya produksi garam lokal di tingkat petani. Karenanya, KKP meminta ada keberpihakan sektor industri terhadap pemakaian garam lokal.
Ia pun mendukung niatan Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan yang ingin menyetop garam impor. Menurut Brahmantya, hal itu bisa mengatasi masalah over supply garam di dalam negeri yang kerap kali membuat harga garam anjlok.
Brahmantya menambahkan, data neraca pergaraman nasional yang dikeluarkan KKP bersama BPS sudah valid. Data tersebut merupakan hasil pemantauan di 40 kabupaten kota yang menjadi sentra garam. Data garam juga terus diperbarui setiap satu minggu sehingga mudah diketahui persebaran garam rakyat saat ini.