REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Tim Perumus Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Romli Atmasasmita mengatakan pimpinan KPK dari unsur pemerintah adalah polisi dan jaksa. Menurut UU KPK, pimpinan KPK terdiri atas unsur pemerintah dan masyarakat.
"Unsur pemerintah yang punya kompetensi sebagai penyidik dan penuntut sesuai KUHAP dan diakui secara universal adalah polisi dan jaksa,” kata Romli dikutip dari siaran pers di Jakarta, Ahad (3/8).
Romli melanjutkan, jika ada unsur polisi dan jaksa aktif yang terpilih menjadi pimpinan KPK maka mereka harus berhenti sementara dari insitusi lamanya. Sementara pimpinan KPK dari unsur masyarakat, menurut Romli, adalah akademisi atau anggota masyarakat lain.
"Dengan syarat harus sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki pengetahuan terkait tindak pidana korupsi," ujar Romli.
Masalah pimpinan KPK dari unsur polisi dan jaksa menjadi polemik ketika mantan ketua KPK Antasari Azhar menyatakan wajib ada unsur dari kedua institusi itu dalam jajaran lembaga antirasuah tersebut. Menurut Antasari, UU KPK mengatur pimpinan KPK harus memenuhi unsur penuntut umum dan penyidik. Di Indonesia yang lazim sebagai penuntut umum adalah jaksa, sedangkan selaku penyidik adalah polisi.
Sejak KPK terbentuk, tercatat selalu ada unsur polisi atau jaksa sebagai pimpinan. KPK jilid pertama diketuai Taufiequrachman Ruki dari kepolisian dengan Tumpak Hatorangan Panggabean dari kejaksaan sebagai salah satu wakilnya.
Begitu pula dengan kepemimpinan KPK jilid kedua. Ketua KPK Antasari Azhar dari kejaksaan, sedangkan salah satu Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto, berasal dari kepolisian.
Pada KPK jilid tiga hanya ada perwakilan dari kejaksaan, yakni Zulkarnaen. Sementara, pada jajaran pimpinan KPK jilid keempat hanya ada unsur kepolisian, yakni Basaria Panjaitan.