Senin 05 Aug 2019 10:21 WIB

Fintech Bermasalah Berasal dari Server Asing

Hanya 22 persen fintech ilegal yang menggunakan lokasi server di Indonesia.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Fintech
Foto: Republika
Fintech

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Reserse Kriminal Kepolisan Republik Indonesia (Bareskrim Polri) menemukan 1.230 perusahaan financial technology (fintech) yang berpotensi merugikan masyarakat. Berdasarkan penelusuran, mayoritas fintech secara ilegal tersebut menggunakan server dari luar negeri.

Kepala Biro Penerangan Masyarakar Divisi Hubungan Masyarakat Polri Dedi Prasetyo mengatakan hanya 22 persen fintech ilegal tersebut menggunakan lokasi server di Indonesia. Semisal, sebanyak 15 persen asal Amerika Serikat (AS), delapan persen dari Singapura, enam persen Cina, lima persen Thailand, dua persen Malaysia, dan sisanya 42 persen tak diketahui.

Baca Juga

“Mereka biasanya memberikan syarat mudah untuk pinjaman masyarakat. Sedangkan fintech legal masih dalam pengawasan OJK,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (5/8).

Selain itu, Satgas Waspada Investasi sudah menghentikan sebanyak 177 entitas fintech investasi ilegal. Perinciannya, 117 perdagangan mata uang asing, 13 multilevel marketing (MLM), lima investasi mata uang kripto serta 31 investasi lain.

Menurut dia, fintech secara ilegal masih banyak yang dapat diakses melalui media lain, sehingga masyarakat diminta untuk tidak mengakses atau menggunakan aplikasi fintech peer-to-peer lending tanpa izin OJK.

“Apabila ingin meminjam secara online, maka masyarakat agar melihat daftar aplikasi fintech peer-to-peer lending yang telah terdaftar pada website OJK," ucapnya.

Sementara Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Rickynaldo Chairul menambahkan aparat penegak hukum kesulitan karena kejahatan secara tradisional. Setidaknya literasi digital masyarakat pun jadi langkah preventif untuk mengurangi tindakan kriminal oleh fintech ilegal.

"Kami tidak bisa antisipasi secara maksimal karena banyak server di luar negeri," ucapnya.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing menjelaskan perbedaan server bisa memicu kegiatan pencucian uang. Keterbukaan akses ilegal dari fintech membuat Indonesia rawan tempat pengelolaan uang hasi aktivitas kriminal di luar negeri.

"Fintech ilegal kami tidak tahu siapa dan di mana pengurusnya," katanya.

Dia meminta masyarakat supaya melakukan aktivitas keuangan digital lewat fintech yang terdaftar di OJK. Saat ini, OJK hanya melakukan pengawasan terhadap 113 fintech yang terdaftar.

“Kami terus berusaha melakukan penelusuran korban fintech ilegal secara proaktif. Kami mengimbau masyarakat supaya tidak terkena iklan fintech ilegal yang menggunakan tokoh agama dan tokoh selebritas sebagai sarana promosi,” ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement