Senin 05 Aug 2019 16:23 WIB

PBNU Siap Bantu Jokowi pada Tiga Isu Utama

PBNU kembali menegaskan, tak ajukan kandidat calon menteri ke Jokowi bila tak diminta

Rep: Muhyiddin/ Red: Hasanul Rizqa
Wakil Ketua Umum PBNU Maksum Mahfudi bersama Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj dan Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini memberikan keterangan saat konferensi pers di Kantor Pusat PBNU, Jakarta, Rabu (23/10).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Wakil Ketua Umum PBNU Maksum Mahfudi bersama Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj dan Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini memberikan keterangan saat konferensi pers di Kantor Pusat PBNU, Jakarta, Rabu (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengaku siap berkontribusi membantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk masa pemerintahan mendatang. Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini.

Menurut dia, pihaknya siap sedia menyokong Jokowi dalam menghadapi isu-isu terkait. Bagaimanapun, PBNU tidak akan mengajukan kandidat calon menteri jika tidak diminta oleh Jokowi. "Kami merasa terpanggil jika diminta Pak Jokowi untuk ikut dalam proses ini. Tentu kami siap," ujar Helmy dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (5/8).

Baca Juga

Helmy melanjutkan, PBNU akan membantu pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin pada tiga isu utama yang dipandang sebagai tantangan bersama, yakni tantangan radikalisme dan terorisme, ekonomi masyarakat, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

"Bagi PBNU, tiga tantangan tersebut ke depan perlu ditingkatkan upaya-upaya hulu hilirnya supaya lebih serius. Harus dicari formula dan juga langkah yang cepat dan konkret dalam mengatasinya," ucap Helmy.

Menurut dia, masalah radikalisme dan terorisme erat kaitannya dengan soal pemahaman keagamaan yang benar. Karena itu, PBNU menilai, perlu upaya memerangi penyebaran radikalisme, terorisme, serta hoaks di era teknologi informasi dan media sosial seperti sekarang.

"Negara selama ini belum efektif menggunakan sumber daya dan perangkat yang ada untuk menjawab tantangan perubahan di era digital," katanya

Dia menambahkan, pemerintah juga dinilai belum cukup berhasil dalam membangun kontranarasi terhadap hoaks, radikalisme, dan terorisme.

"Terkait ekonomi, isu utamanya adalah soal disparitas yang terjadi di mana satu persen orang kaya Indonesia menguasai sekitar 40 persen aset negara. NU tidak anti-konglomerat, tapi hendaknya mereka harus diajak bermitra untuk menjadikan kelompok-kelompok mikro kecil itu mitra yang penting," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement