REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan, Iran tidak akan menutup mata lagi terhadap pelanggaran maritim yang terjadi di Teluk. Media pemerintah melaporkan, Zarif menuding pemerintah Amerika Serikat (AS) yang meminta bantuan dari negara lain sebagai penyebab ketegangan di Teluk semakin meningkat.
"Iran dahulu melupakan beberapa pelanggaran maritik di Teluk, (tetapi) kini tidak akan pernah menutup mata lagi," ujar Zarif dalam konferensi pers, Senin (5/8).
Zarif mengkritik sanksi yang dijatuhkan oleh AS kepada dirinya pada pekan lalu. Dia mengatakan, sanksi tersebut membuat Washington telah menutup pintu diplomasi atas kesepakatan nuklir Iran 2015. "Sanksi (terhadap) menteri luar negeri berarti kegagalan dalam pembicaraan," kata Zarif.
Zarif mengatakan, kekuatan Eropa masih berpihak pada kesepakatan nuklir. Menurutnya, upaya untuk menyelamatkan kesepakatan tersebut harus dipercepat. Adapun Teheran telah mengancam untuk memblokir semua ekspor minyak yang melalui Selat Hormuz. Selat tersebut diketahui menjadi lalu lintas bagi seperlima pasokan minyak global.
Lalu lintas kapal tanker minyak melalui Hormuz dan jalur air strategis lainnya telah menjadi perselisihan antara Washington dan Teheran. Selain itu, Inggris ikut terseret dalam perselisihan tersebut.
Perselisihan antara Iran dan Inggris meningkat sejak Garda Pasukan Revolusi Iran menangkap kapal tanker berbendera Inggris, Stena Impero di dekat Selat Hormuz pada Juli lalu karena dugaan pelanggaran laut. Penangkapan tersebut dilakukan dua pekan setelah pasukan Inggris menangkap kapal tanker minyak Iran di dekat Gibraltar atas tuduhan melanggar sanksi.
Zarif menyebut penyitaan yang dilakukan oleh Inggris sebagai tindakan pembajakan. Dia mengatakan, keamanan di Teluk adalah tanggung jawab Iran.
"(Pemerintah) Inggris telah terlibat dalam terorisme ekonomi AS terhadap Iran," ujar Zarif.