REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membekukan semua aset pemerintah Venezuela di AS. Langkah itu dinilai mempertajam ketegangan diplomatik dan upaya untuk menggulingkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
Perintah eksekutif yang ditandatangani Trump tersebut di luar sanksi AS terhadap perusahaan minyak PDVSA dan sektor keuangan Venezuela. Selama beberapa bulan terakhir AS dengan gencar memberlakukan berbagai sanksi terhadap negara Amerika Latin itu.
"Semua properti dan bunga dari properti Pemerintah Venezuela yang ada di Amerika Serikat diblok dan mungkin tidak bisa ditransfer, dibayarkan, diekspor, ditarik, atau dibagikan," tulis pemerintah AS dalam perintah eksekutif yang dirilis Gedung Putih, Selasa (6/8).
Cakupan pengumuman tersebut mengejutkan beberapa sekutu pemerintahan Trump. "Ini cukup besar," kata analis politik dari thinktank konservatif the Heritage Foundation Ana Quintana.
Walaupun sampai saat ini Quintana masih menunggu rinciannya, ia mengatakan tampaknya pemerintah Trump akan melakukan embargo besar-besaran terhadap bisnis dengan Venezuela. Kementerian Informasi Venezuela tidak menjawab permintaan komentar.
Seperti negara-negara Barat lainnya, AS meminta Maduro untuk mundur. AS dan negara-negara Barat juga mengakui ketua oposisi Juan Guaido sebagai presiden sah Venezuela. Pada awal tahun ini, Guaido ditunjuk sebagai dewan di Citgo Petroleum, aset asing terpenting Venezuela.
Pada Kamis pekan lalu, Trump mengatakan ia mempertimbangkan untuk mengkarantina atau memblokade Venezuela. Tapi ia tidak menjelaskan kapan dan bagaimana blokade dilakukan.
Trump mengambil langkah dramatis setelah sejumlah sanksi gagal mendorong militer Venezuela membangkang kepada Maduro. Sejumlah kemajuan juga tidak dapat menumbangkan presiden dari partai sosialis itu.
Pemerintah AS sudah lama mengatakan mereka masih memiliki banyak senjata ekonomi. Negeri Paman Sam sempat frustasi karena mitra mereka di Eropa tidak membuat langkah yang cukup tegas dan kampanye selama berbulan-bulan tidak membuat kemajuan apa pun.
Cina dan Rusia masih mendukung Maduro membuat Penasihat Keamanan Gedung Putih John Bolton memperingatkan dua negara itu pada Senin (5/7) kemarin. Agar mereka tidak melipatgandakan dukungan terhadap Maduro.
Bolton mengatakan ia akan menyampaikan pidato dalam pertemuan 50 Negara di Lima, Peru. Dalam pidatonya tersebut Bolton akan menguraikan rencana inisiatif AS untuk mengganti kekuasaan di Venezuela. Cina dan Rusia menolak undangan pertemuan tersebut.