Selasa 06 Aug 2019 14:10 WIB

Obama Minta Warga AS Tolak Pemimpin yang Serukan Kebencian

Saat masih menjabat, Obama tidak berhasil membatasi kepemilikan senjata.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Mantan presiden AS Barack Obama
Foto: AP
Mantan presiden AS Barack Obama

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Mantan presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama meminta warga Amerika menolak bahasa dari salah satu pemimpin yang memberi umpan kebencian. Ia berbicara setelah 31 orang tewas dalam penembakan massal di Texas dan Ohio, Senin (5/8).

"Kita seharusnya dengan tegas menolak bahasa yang keluar dari mulut para pemimpin kita yang memberi umpan rasa takut dan kebencian atau menormalkan sentimen rasialis. Para pemimpin yang menjelekkan orang-orang yang tidak mirip kita, termasuk imigran, mengancam cara hidup kita, atau menyebut orang lain sebagai sub-manusia, atau menyiratkan Amerika hanya milik satu tipe orang tertentu," kata Obama dilansir BBC, Selasa (6/8).

Baca Juga

Obama tidak menyebut nama siapa pun. Akan tetapi komentarnya yang jarang itu muncul setelah Presiden AS Donald Trump berusaha menangkis kritik retorika anti-imigrannya telah memicu kekerasan. Dalam pidato pada Senin, Trump mengutuk kebencian dan supremasi kulit putih.

"Tidak ada tempat dalam politik kita dan kehidupan publik kita. Dan sudah waktunya bagi mayoritas besar orang Amerika untuk berniat baik, dari setiap ras dan agama dan partai politik, untuk mengatakan dengan jelas dan tegas," ucap Obama.

Saat masih menjabat, Obama terus berjuang namun tidak berhasil membatasi kepemilikan senjata. Dia mengatakan kepada BBC pada 2015 kegagalannya mengesahkan hukum terkait keselamatan senjata menjadi frustrasi terbesarnya selama kepresidenannya.

Dia telah menahan diri dari mengomentari retorika kontroversial Trump tentang migran. Selama kampanye presidennya, Trump mengatakan imigran Meksiko termasuk pengedar narkoba, penjahat, dan pemerkosa.

Baru-baru ini, ia menyebabkan kemarahan yang meluas dengan menyarankan empat wanita kongres AS yang memiliki kulit warna untuk kembali ke negaranya. Namun Trump membantah komentarnya rasialis.

Dalam sebuah pernyataan dari Gedung Putih pada Senin, Trump menyerukan reformasi pengendalian kesehatan mental, hukuman mati bagi yang melakukan pembunuhan massal. Selain itu juga meminta lebih banyak kerja sama dua pihak atas undang-undang senjata.

"Penyakit mental dan kebencian menarik pelatuknya, bukan senjatanya," kata Trump.

Dia tidak menyatakan dukungan untuk langkah-langkah pengendalian senjata yang diusulkan di Kongres. "Dengan satu suara, bangsa kita harus mengutuk rasialisme, kefanatikan, dan supremasi kulit putih. Ideologi jahat ini harus dikalahkan. Kebencian tidak memiliki tempat di Amerika," ucap Trump.

Trump juga menguraikan sejumlah kebijakan, termasuk lebih banyak kerja sama antara lembaga pemerintah dan perusahaan media sosial, perubahan undang-undang kesehatan mental serta mengakhiri kekerasan dalam budaya Amerika.

Trump mengatakan lembaga pemerintah harus bekerja bersama, dan mengidentifikasi orang-orang yang mungkin melakukan tindakan kekerasan, mencegah akses ke senjata api. Selain itu juga menyarankan pengurungan paksa sebagai cara untuk menghentikan penyerang potensial.

Dia juga mengatakan, telah mengarahkan departemen kehakiman untuk mengusulkan undang-undang untuk memastikan mereka yang melakukan kejahatan kebencian dan pembunuhan massal menghadapi hukuman mati. Trump mengecam internet dan video gim karena mempromosikan kekerasan di masyarakat.

"Terlalu mudah hari ini bagi pemuda bermasalah untuk mengelilingi diri mereka dengan budaya yang merayakan kekerasan. Kita harus menghentikan atau mengurangi ini secara substansial dan itu harus segera dimulai," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement